JAMBI - Polda Jambi menyelidiki tujuan pengiriman puluhan kayu hasil aktivitas penebangan liar di Muaro Jambi.
"Masih didalami berkaitan tujuan pengiriman kayu illegal logging ini, sementara data keterangan kirim ke daerah Seberang Kota Jambi tapi belum tahu tujuan pastinya," kata Wakil Direktur Ditreskrimsus Polda Jambi AKBP Taufik Nurmandia di Jambi, Antara, Jumat, 16 Agustus.
Selain itu, polisi juga mendalami pelaku lain yang terlibat dalam aktivitas penebangan liar tersebut. Dari aktivitas ini, diketahui mereka mendapatkan upah Rp200 ribu per kubik kayu untuk jasa pengangkutan.
Pengungkapan kasus illegal logging ini bagian dari upaya melindungi kelestarian hutan.
"Ini menyebabkan gundul dan akhirnya tandus dan mudah terbakar," katanya.
Pada pengungkapan kasus ini, Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jambi menangkap empat orang tersangka pelaku. Polisi juga menyita satu unit truk bermuatan 36 balok kayu ilegal. Empat tersangka pelaku yang ditangkap tersebut adalah SRY sebagai sopir truk, NSR, EG dan STY merupakan pekerja yang memuat kayu tanpa dokumen itu.
Kasus ini diungkap setelah polisi menerima laporan adanya aktivitas pengangkutan kayu tanpa izin di Desa Talang Kerinci, Muaro Jambi. Kayu-kayu ilegal itu rencananya di bawa ke daerah Seberang Kota Jambi.
Dari laporan itu, polisi menuju lokasi, sampai di sana menemukan kendaraan yang mengangkut kayu tanpa dokumen tersebut. Di sana sopir dan tiga pekerja yang saat itu berada di lokasi," katanya.
Kayu-kayu ini berasal dari hutan di daerah Talang Kerinci, Muaro Jambi. Dari pengakuan tersangka, aktivitas ini sudah dua kali dilakukan mereka.
Akibat dari perbuatannya, para tersangka pelaku terancam Pasal 88 ayat 1 huruf A Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 37 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi UU Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
BACA JUGA:
Dengan ancaman maksimal lima tahun kurungan penjara dengan sedikitnya denda Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.