Bagikan:

LOMBOK TENGAH - Oknum anggota DPRD Lombok Tengah terpilih inisial M yang telah ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) tetap dilantik.

M terlibat dalam kasus dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) pada Bank Syariah Indonesia (BSI) 2021-2022. 

"Ini baru ditetapkan sebagai tersangka, belum ada keputusan pengadilan yang sah," kata Ketua Fraksi PKS DPRD Lombok Tengah H Ahmad Supli di Lombok Tengah, Antara, Kamis, 15 Agustus. 

Kejaksaan Tinggi NTB mengungkap adanya penetapan empat tersangka tambahan. Dua di antaranya merupakan anggota DPRD Lombok Tengah inisial MS dan M dalam perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR).

Dari dua anggota DPRD Lombok Tengah tersebut, satu tersangka inisial M terpilih kembali dan tersangka inisial MS gagal duduk kembali menjadi anggota DPRD periode 2024-2029.

"Mereka telah menyiapkan pengacara sendiri. Untuk pelantikan itu KPU yang mengusulkan sesuai hasil Pemilu 2024," katanya.

Ia mengatakan apa yang dilakukan oleh anggotanya tersebut adalah untuk membantu masyarakat, agar memiliki ternak dari program itu, karena mereka hanya memfasilitasi.

"Mereka membantu masyarakat, kami tetap berprasangka baik,” katanya.

Ia mengatakan pada tahap awal program itu tidak ada persoalan, namun karena ada wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), ternak yang dipelihara petani itu ada yang sakit dan mati.

Selain itu, kabupaten Lombok Tengah melalui surat keputusan Kementerian Pertanian ditetapkan daerah wabah PMK.

"Mereka melakukan pendampingan kepada masyarakat," katanya.

Sementara itu, Anggota DPRD Lombok Tengah inisial M yang ditetapkan sebagai tersangka mengatakan bahwa dirinya siap untuk mengikuti proses hukum yang telah ditentukan.

“Kami siap ikuti proses hukum,” katanya.

Dalam kasus ini tidak dirinya saja yang ditetapkan menjadi tersangka, namun bersama tersangka inisial MS dan dua tersangka lainnya, karena banyak persoalan ada yang porang dan ternak.

“Saya yang ternak, ini baru tersangka dan kami akan melakukan upaya hukum,” katanya.

“Benar ditetapkan jadi tersangka, nanti bisa hubungi pengacara saya,” kata tersangka inisial MS.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera mengatakan, empat tersangka dari offtaker dalam kasus tersebut berinisial M, MS, MSZ, dan DR. Untuk sementara ini, penyidik belum melakukan penahanan terhadap mereka. "Termasuk dua tersangka yang sebelumnya telah ditetapkan," katanya.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Elly Rahmawati mengungkapkan dua tersangka pertama merupakan pejabat utama pada dua cabang kerja pada BSI wilayah NTB. Keduanya berinisial SE dan WKI.

"Jadi, dari dua penyidikan yang kami lakukan ini, peran SE adalah pejabat utama di salah satu cabang, dan WKI ini dari cabang lain. Mereka diduga menyalahgunakan kewenangan dalam penyaluran dana KUR," ujar Elly.

Meskipun enggan menyampaikan secara lengkap dua cabang kerja BSI yang masuk dalam penyidikan jaksa, namun Elly memastikan dugaan korupsi ini berkaitan dengan penyaluran dana KUR untuk kelompok tani yang memproduksi porang dan sapi di wilayah NTB.

"Pokoknya ada penyimpangan, ada yang fiktif ada yang tidak, itu terkait (dana KUR) sapi dan porang," katanya.

Elly menyampaikan bahwa dalam penetapan tersangka ini penyidik telah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum dan potensi kerugian keuangan negara. "Untuk penyaluran di Mataram itu ada kerugian Rp8,3 miliar. Cabang satunya lagi, indikasi kerugiannya Rp13 miliar. Cuma untuk pastinya, tunggu hasil BPKP," katanya.