Bagikan:

JAKARTA - Lembaga survei SMRC merilis jajak pendapat masyarakat mengenai pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro. Hasilnya, ada separuh responden yang ingin PPKM mikro dihentikan.

Secara nasional, ada 40 persen responden yang memilih menghentikan PPKM meskipun meningkatkan risiko tertular COVID-19. Sementara, sekitar 44 persen memilih menjalani PPKM secara ketat meskipun penghasilan menurun. Lalu, 16 persen tidak menjawab.

Jika difokuskan kepada warga yang tinggal di Jawa-Bali juga terbelah. Ada sekitar 46 persen yang memilih menghentikan PPKM, 44 persen warga di Jawa-Bali yang memilih menjalani PPKM secara ketat, dan 10 persen tidak menjawab.

"Kalau kita lihat proporsi ini, penguatan protokol kesehatan relatif kurang dapat dukungan," kata Deni dalam pemaparan survei secara virtual, Selasa, 23 Maret.

Deni melanjutkan, di kalangan warga yang tinggal di Jawa dan Bali sendiri, sekitar 64 persen mengetahui bahwa PPKM diberlakukan di sejumlah daerah di Jawa dan Bali. Dari yang tahu, sekitar 65 persen setuju dengan kebijakan tersebut.

Di sisi lain, 71 persen warga yang tahu PPKM mikro menilai kebijakan tersebut berpengaruh untuk melandaikan penularan COVID-19.

“Namun, fakta bahwa cukup tinggi persentase yang menyatakan PPKM sebaiknya dihentikan menunjukkan bahwa penilaian publik juga dipengaruhi oleh pertimbangan bahwa kebijakan PPKM berdampak pada menurunnya penghasilan,” ungkapnya.

Survei ini dilakukan pada periode 28 Februari hingga 8 Maret 2020. Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka kepada 1.220 responden yang dipilih secara acak. Adapun margin of error survei ini diperkirakan sekitar 3,07 persen dan tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen.