Bagikan:

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Pemprov DKI Jakarta belum menindaklanjuti 12 persen masalah yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan selama 18 tahun terakhir, yakni sejak 2005 hingga 2023.

Hal ini diungkapkan Anggota V BPK selaku Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara V, Ahmadi Noor Supit, dalam rapat paripurna penyerahan laporan (LHP) hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerinta daerah (LKPD) DKI Jakarta tahun anggaran 2023.

Sehingga, saat ini Pemprov DKI baru menindaklanjuti 87,63 persen rekomendasi atas temuan BPK.

"Berdasarkan data pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, sampai dengan Laporan Pemantauan Semester II Tahun 2023, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menindaklanjuti 8.188 rekomendasi dari 9.344 rekomendasi atau 87,63 persen dari keseluruhan rekomendasi periode 2005–2023," ungkap Ahmad Noor Supit di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, 25 Juli.

Meski demikian, Ahmad Noor Supit berujar penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK yang dicapai Pemprov DKI melebihi dari target skala nasional, yaitu sebesar 75 persen.

BPK meminta Pemprov DKI menindaklanjuti sisa penyelesaian temuan dari rekomendasi tersebut.

"Saya berharap pimpinan dan anggota DPRD dapat ikut memantau penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan yang terdapat dalam LHP ini sesuai dengan kewenangannya," tutur Ahmad Noor Supit.

Sebagai informasi, Pemprov DKI Jakarta kembali menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas hasil pemeriksaan LKPD tahun anggaran 2023.

Predikat WTP ini merupakan ketujuh kalinya yang dipertahankan secara berturut-turut sejak tahun 2017 atau selama kepemimpinan Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta.

Meski meraih predikat WTP, BPK masih menemukan adanya masalah keuangan dalam susunan laporan keuangan Pemprov DKI.

Salah satunya adalah potensi pencatatan ganda terhadap aset tetap tanah di lokasi surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT).

Kemudian, Pemprov DKI Jakarta juga belum menerima pendapatan dari sewa lahan dari PT Jakarta Propertindo, Bank DKI, dan pihak ketiga lainnya.

BPK juga menemukan kekurangan volume atas pelaksanaan beberapa paket pekerjaan dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan belum dikenakan denda.

Selanjutnya, Pemprov DKI belum memiliki mekanisme pencatatan atas penerimaan hibah langsung dari pemeritah pusat. Serta, Penyaluran bantuan sosial kepada beberapa penerima tidak memenuhi kriteria pada Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan.