Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan BPKP mengendus adanya fraud yang merugikan negara hingga Rp35 miliar. Dugaan ini disebut terjadi di tiga rumah sakit yang salah satunya berada di Jawa Tengah.

Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi ‘Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN’ di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

“Kita akan sampaikan bhwa ada tiga yang kita dapat itu dari audit atas klaim BPJS dibawa ke tim ini dan kita bilang bahwa ini serius fraudnya,” kata Pahala dalam diskusi, Rabu, 24 Juli.

Pahala menyebut tim yang sudah dibuat sudah bergerak ke sejumlah rumah sakit melakukan audit klaim BPJS. Hasilnya, ada temuan di rumah sakit swasta dengan rincian dua di Sumatera Utara dan Jawa Tengah.

Modus kecurangan yang terjadi adalah berupa manipulasi catatan medis. Total temuan lebih dari tiga ribu klaim fiktif.

“Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis. Jadi sekitar tiga ribuan itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis,” ujar Pahala.

Selain itu, sambung dia, rumah sakit ini menggelembungkan jumlah penanganan medis untuk mendapatkan keuntungan lebih. Sebagian temuan bahkan menggunakan nama peserta BPJS yang tidak pernah berobat untuk melakukan klaim.

Akibat temuan ini, komisi antirasuah menduga terjadi dua fraud. Pertama yakni phantom billing yakni klaim tanpa ada pasien dan diagnosa medis yang tidak pas.

“Tiga ini melakukan phantom billing artinya mereka merekayasa semua dokumen yang satu ada di jateng sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumut itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar itu hasil audit atas klaim dri BPJS kesehatan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Pahala bilang temuan ini sudah disampaikan ke pimpinan komisi antirasuah. “Hasilnya pimpinan memutuskan kalau yang tiga ini dipindahkan ke penindakan,” ungkap Pahala.

“Nanti urusan siapa yang ambil apakah kejaksaan yang lidik atau KPK itu nanti diurus sama Pimpinan KPK,” pungkasnya.