Bagikan:

JAKARTA - Saat reses di Pangkalanbun, Kalimantan Tengah, Komisi III DPR menemukan kasus kematian perempuan muda bernama Mega Ekanti yang dinilai mirip dengan kasus 'Vina' di Jawa Barat. Komisi III DPR pun mendesak kepolisian agar mengusut tuntas kasus kematian Mega tersebut.

"Saya turut prihatin dan berbelasungkawa atas tewasnya Mega Ekanti. Kami mendesak kepolisian untuk segera menemukan pelaku dan menyelesaikan kasus dugaan pembunuhan yang mirip dengan kasus Vina itu," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh, Rabu 17 Juli.

Mega Ekanti tewas terbakar bersama motornya di Komplek Bumi Perkemahan Bangi Wao, Kalimantan Tengah, Selasa lalu (9/7). Sebelum tewas, gadis berusia 18 tahun itu sempat menelepon ibunya meminta tolong.

Merasa tak enak hati, sang ibu kemudian mencari Mega yang baru lulus SMA ini dan menemukan korban sudah terbakar bersama motornya. Mayat Mega terlilit selang dan diketahui barang-barang berharga miliknya seperti handphone dan anting-anting hilang.

Sebelum pergi dari rumah, Mega berpamitan kepada ibunya untuk menjemput seseorang di Bumi Perkemahan Bangi Wao yang berjarak tak jauh dari rumah. Mega diduga menjadi korban pembunuhan, namun hingga kini pelaku pembunuhan tragis itu masih menjadi teka-teki.

"Kita kawal kasus Mega Ekanti agar tidak ada Vina-Vina lainnya yang tewas dan sulit untuk diusut,“ tegas Legislator dari Dapil Kalimantan Selatan itu.

Pangeran juga meminta kepolisian untuk serius menangani kasus Mega Ekanti agar terungkap pelaku dan motif apa yang melatarbelakangi pembunuhan korban. Kasus kematian Mega sendiri banyak menyita perhatian masyarakat di Kalteng.

"Investigasi harus dilakukan secara cepat dan tepat agar tidak ada kasus salah tangkap lagi seperti kasus Vina," ujar Pangeran.

Pada kunker di Kalteng, Komisi III DPR menggelar pertemuan bersama beberapa pimpinan instansi mitra Komisi III untuk menyerap aspirasi. Mitra-mitra tersebut antara lain Kapolda Kalteng, Kepala BNN Provinsi Kalteng serta Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Kalteng.

Pada pertemuan itu, Komisi III DPR yang dipimpin oleh Pangeran mendengar dan menggali secara detail apa saja permasalahan yang terjadi di Kalteng.

Salah satu hal yang menjadi sorotan Komisi III DPR adalah penerapan sanksi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika di Kalimantan. Menurut Pangeran, Komisi III DPR menyoroti penanganan pelaku penyalahgunaan narkoba yang dipenjarakan sebagai kriminal.

“Kami imbau agar mereka ini tidak dikenakan pasal pidana tapi direhabilitasi saja seperti praktik yang ada di beberapa negara Eropa,” jelasnya.

Pangeran mengingatkan, penanganan pemakai penyalahgunaan narkotika seharusnya diarahkan pada proses rehabilitasi. Sementara untuk penegakan hukum secara tegas harus dilakukan kepada bandar dan pihak yang mengedarkannya.

“Yang diutamakan menindak bandar dan pengedarnya,” ucap Pangeran.

Selain soal proses penegakan hukum, Komisi di DPR yang membidangi urusan hukum, HAM, dan keamanan tersebut juga menemukan adanya over capacity lapas di Kalteng. Oleh karenanya, kata Pangeran, Komisi III DPR akan membawa aspirasi dari jajaran Kantor Wilayah Kemenkumham Kalteng ke pusat.

“Jadi lapas di Kalteng ini hampir 100% kelebihan kapasitas. Ini harus menjadi perhatian,” terangnya.

Di sisi lain, Pangeran menyebut Komisi III DPR juga menemukan adanya proses penegakan hukum yang dilakukan pihak Kejaksaan setempat tidak sesuai dengan seharusnya. Dalam hal ini adalah penerapan kerja sama penindakan hukum dengan instansi di luar penegak hukum.

“Fungsi Kejaksaan itu adalah lembaga penegakan hukum, sebaiknya harus dibedakan mana yang penindakan dan mana yang pendampingan,” urai Pangeran.

Untuk diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng melakukan kerja sama dengan pihak Pemprov tentang Penegakan Hukum, Pemulihan Aset Negara, Perizinan, dan Optimalisasi PAD. MoU tersebut terkait dengan penyelesaian penertiban aset negara. Kerja sama yang sama antara pihak kejaksaan dan Pemda juga diikuti di tingkat kabupaten-kabupaten.

Tak hanya itu, Kejati Kalteng juga melakukan kerja sama dengan kantor wilayah Kementerian Agama (Agama) setempat menyangkut pelaksanaan tugas dan fungsi kedua pihak dalam bidang perdata dan tata usaha negara.

“Sebaiknya tidak boleh ada kerjasama Pendampingan antara Kejaksaan dengan Kementerian/Lembaga, Pemprov, Pemkab, khusus dalam penyelesaian pekerjaan/Proyek” ungkapnya.