JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menilai usulan Golkar untuk menduetkan Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep dengan bos jalan tol, Jusuf Hamka pada Pilgub Jakarta 2024 sangat ceroboh. Menurut Jamiluddin, usulan duet Kaesang-Jusuf Hamka juga terkesan Asal Bapak Senang (ABS).
"Ceroboh, karena Kaesang sosok yang belum punya prestasi dan pengalaman untuk mengurus Jakarta yang persoalannya sangat kompleks. Kapasitasnya belum layak untuk menjadi gubernur, apalagi di Jakarta," ujar Jamiluddin di Jakarta, Sabtu, 13 Juli.
"Semakin ceroboh, karena Jusuf Hamka ingin dijadikan calon wakil gubernur mendampingi Kaesang. Padahal, semua orang tahu Jusuf Hamka pengusaha sukses yang sudah punya banyak pengalaman dan prestasi," sambungnya.
Karena itu, lanjut Jamiluddin, keinginan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto untuk menjadikan Jusuf Hamka sebagai cawagubnya Kaesang sangat kontralogika.
"Tidak jelas logika apa yang digunakan Airlangga dalam mewacanakan duet Kaesang-Jusuf Hamka," tegasnya.
BACA JUGA:
Sementara itu, kata Jamiluddin, duet Kaesang dengan Jusuf Hamka yang akrab disapa Babah Alun itu juga terkesan ABS. ABS karena wacana mendorong Kaesang maju Pilgub Jakarta kesannya hanya untuk menyenangkan Joko Widodo (Jokowi).
"Airlangga terkesan ingin menunjukkan paling terdepan dalam mengusung keluarga Jokowi," katanya.
Sama seperti saat pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, Golkar menjadi partai politik pertama yang mengusung Wali Kota Solo itu. Padahal kala itu, Gibran masih menjadi kader PDIP. Begitupun dengan Bobby Nasution yang maju di Pilgub Sumatera Utara.
"Hal seperti itu juga ditunjukkan Airlangga saat ingin mengusung Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution. Airlangga terkesan langsung menunjukkan respeknya bila berkaitan dengan keluarga Jokowi," paparnya.
Namun celakanya, tambah Jamiluddin, Airlangga justru jadi menomorduakan kadernya dan mendahulukan keluarga Jokowi. Padahal Golkar selama ini dikenal punya banyak kader yang mumpuni dan sangat layak menjadi gubernur.
"Jadi, Airlangga terkesan mendahulukan keluarga Jokowi daripada kadernya. Padahal keluarga Jokowi tidak ada yang menjadi kader Golkar, hal ini tentu ironi," pungkasnya.