Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tak terpengaruh dengan pledoi atau nota pembelaan yang dibacakan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Fakta yang muncul di persidangan pasti akan menjadi perhatian.

“Kami yakin atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Majelis Hakim akan memberi putusan yang terbaik berdasarkan fakta-fakta yang muncul di persidangan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada VOI yang dikutip pada Senin, 8 Juni.

Tessa bilang Syahrul memang punya hak menyampaikan pembelaan sebagai terdakwa. Tapi, komisi antirasuah sejak awal bekerja berdasarkan bukti.

Hal ini juga disampaikan Tessa menjawab tudingan Syahrul soal adanya framing kepada dirinya. “Merupakan hak terdakwa untuk menyampaikan segala hal dalam pledoinya,” tegasnya.

“Terkait permasalahan framing yang disampaikan oleh terdakwa SYL, KPK hanya bekerja didalam kerangka hukum berdasarkan kecukupan alat bukti,” sambung juru bicara berlatar belakang penyidik itu.

Diberitakan sebelumnya, eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menegaskan tak pernah memeras selama menjabat di Kementerian Pertanian (Kementan). Dia justru menyebut anak buahnya yang cari muka.

Hal ini disampaikan Syahrul ketika membacakan nota pembelaan atau pledoi dalam sidang dugaan pemerasan dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 5 Juli.

“Perbuatan pemerasan tersebut tidak pernah saya lakukan. Banyak cara yang dilakukan insan kementan untuk melakukan pendekatan salah satunya melalui 'dapur' dimana mengatakan 'aman' dengan melayani keluarga saya seolah-olah memang bagian dari hak dan fasilitas dari seorang Menteri beserta keluarganya dengan harapan jabatannya aman bahkan naik," kata Syahrul di hadapan majelis hakim.

Hanya saja, Syahrul menyebut kondisinya justru terbalik setelah dirinya terjerat komisi antirasuah dan disidangkan. Seolah-olah dia yang minta semua uang dan fasilitas yang ada.

Karena itu, Syahrul menilai dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sangat kejam. Terlebih, tak sesuai fakta yang sebenarnya.

"Bagi saya, ini adalah dakwaan dan tuntutan yang sangat kejam dan mungkin tendensius," ujarnya.

Adapun dalam kasus pemerasan dan gratifikasi, Syahrul dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Ia juga diminta membayar uang pengganti sekitar Rp44 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS).

Tuntutan itu diberikan karena jaksa menyakini SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.