Bagikan:

JAKARTA - Presiden Kenya William Ruto mengecam protes pada Hari Selasa yang menyebabkan parlemen diserbu dan sedikitnya lima orang ditembak mati sebagai "pengkhianatan", tetapi tidak menanggapi kemarahan yang membesar terhadap RUU keuangan kontroversial yang memicu demonstrasi yang meluas.

Kenya dilanda protes nasional terhadap kenaikan pajak yang diusulkan, yang berpuncak pada "penutupan total" negara pada Hari Selasa, yang dengan cepat berubah menjadi kekerasan saat polisi menggunakan gas air mata dan peluru tajam terhadap demonstran.

RUU keuangan yang kontroversial telah memicu gerakan protes yang meluas yang bersumpah untuk "7 Hari Kemarahan."

Minggu lalu, pemerintah membatalkan beberapa kenaikan pajak, termasuk pajak pertambahan nilai sebesar 16 persen yang diusulkan untuk roti bersama dengan pajak untuk kendaraan bermotor, minyak sayur, dan transfer uang melalui telepon seluler. Namun konsesi tersebut belum cukup untuk meredakan protes di tengah meningkatnya biaya hidup.

Dalam pidato nasional setelah gedung parlemen dibakar, Presiden Ruto mengatakan peristiwa pada Hari Selasa merupakan ancaman serius bagi "keamanan nasional" dan pembicaraan seputar RUU tersebut telah "dibajak oleh orang-orang berbahaya."

"Tidaklah pantas, atau bahkan tidak masuk akal, bahwa para penjahat yang berpura-pura menjadi pengunjuk rasa damai dapat menebarkan teror terhadap rakyat, wakil rakyat yang mereka pilih, dan lembaga-lembaga yang didirikan berdasarkan Konstitusi kita dan berharap untuk bebas tanpa hukuman," kata Presiden Ruto, dilansir dari CNN 26 Juni.

Presiden Ruto menggarisbawahi, ekspresi demokrasi dan kejahatan harus dipisahkan satu sama lain.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan Kenya mengatakan militer telah dikerahkan untuk mendukung layanan kepolisian.

Sedikitnya lima orang ditembak mati dan sekitar 31 orang terluka selama protes atas Rancangan Undang-Undang Keuangan yang digelar kemarin.

Dari jumlah tersebut, 13 orang terkena peluru tajam, empat orang terkena peluru karet, dan tiga orang terkena tabung peluncur, menurut pernyataan bersama Amnesty International Kenya, Asosiasi Medis Kenya, Masyarakat Hukum Kenya, dan Kelompok Kerja Reformasi Kepolisian Kenya.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta polisi dan pasukan keamanan Kenya untuk "menahan diri," kata juru bicaranya, Stephane Dujarric, pada Hari Selasa, seraya menambahkan Ia "sangat prihatin atas laporan kekerasan yang telah kita lihat."

Sedangkan Komisi Uni Afrika meminta semua pemangku kepentingan untuk menahan diri dari kekerasan lebih lanjut. Sebuah pernyataan dari badan tersebut mengatakan, ketua komisi itu, Moussa Faki Mahamat, mendesak "semua pemangku kepentingan untuk tetap tenang dan menahan diri dari kekerasan lebih lanjut.

Ia juga mengimbau para pemangku kepentingan nasional untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif guna mengatasi isu-isu kontroversial yang menyebabkan protes demi kepentingan tertinggi Kenya."