Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengatakan, aturan pungutan atau biaya retribusi yang wajib dibayarkan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar 10 dolar AS saat berkunjung ke Bali sebaiknya dibuktikan manfaat dan realisasinya sebelum direvisi.

“Mari kita buktikan dulu nanti kalau memang bagus berjalan, bisa di-review dan direvisi nantinya,” ujar Deputi Pemasaran Kemenparekraf Ni Made Ayu Marthini dilansir ANTARA, Senin, 24 Juni. 

Made menegaskan, pungutan tersebut dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah yang baik untuk mewujudkan pariwisata yang bertanggung jawab dan pariwisata berkelanjutan serta bertujuan menjaga kearifan budaya Bali.

Lewat aturan yang tertuang dalam Perda Provinsi Bali nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi wisatawan asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali itu, ia berharap para pemangku kepentingan termasuk masyarakat Bali dapat menghadirkan bukti nyata manfaat dari pungutan itu, sehingga kredibilitas dan kualitas pariwisata Bali semakin meningkat.

“Masyarakat itu artinya masyarakat Bali sendiri lebih bersih, budayanya lebih muncul, kemudian dari wisatawannya juga harus ada sesuatu karena ini pungutan dari kita untuk wisatawan, mereka harus lihat apa nih kita (wisman) sudah bayar apa nih buktinya,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan, aturan yang belum berjalan enam bulan ini bila direvisi dalam waktu dekat bisa saja menimbulkan pertanyaan mengenai kredibilitas kebijakan.

Ia mengatakan, aturan pungutan ini sebaiknya ditinjau serta dievaluasi setelah enam bulan diberlakukan.

“Yang 10 dolar AS ini belum enam bulan kita nanti akan dipertanyakan kredibilitas kita adalah menciptakan sebuah kebijakan. Jadi nanti setelah enam bulan kita review lagi dan kita pastikan aspek kualitas dan keberlanjutan itu terjaga. Itu yang ingin kita sampaikan,” pungkasnya.