Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan lembaganya kini lebih fokus menggarap perkara yang menimbulkan kerugian negara dengan jumlah besar. Mereka mulai meninggalkan tangkap tangan yang mengandalkan penyadapan.

“Kami sekarang lebih banyak fokus pada penanganan penanganan perkara yang potensi kerugian negaranya besa dan asset recoverynya besar dan itu terjadi di mana? BUMN, di lembaga-lembaga instansi pemerintahan dengan anggaran tinggi. Itu yang kita fokuskan ke sana,” kata Alexander kepada wartawan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat, 21 Juni.

Alexander menyebut para pelaku korupsi sudah paham cara kerja operasi tangkap tangan (OTT). Sehingga, sekarang sudah jarang ada pejabat yang bicara soal pemberian maupun penerimaan uang.

“Faktanya itu sekarang lebih dari 500 lho nomor handphone yang kita sadap itu, kan, berapa puluh penyelenggara, pejabat negara itu kita sadap zonk isinya. Kan gitu, kan. Artinya mereka juga belajar, lebih hati-hati. Makanya kita harus berubah teknik-teknik penyelidikan maupun penyidikan,” jelasnya

Meski begitu, Alexander menyebut komisi tetap akan melaksanakan operasi senyap. Tapi, giat penindakan itu bukan lagi menjadi yang utama.

“Ya, okelah OTT. Ya, syukur-syukurlah kalian dapat nanti kan, ya, buat hiburan ‘tingg’, buat masyarakat senang,” tegasnya.

Dia juga memastikan jarangnya OTT bukan karena Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan berkali-kali menyindir KPK. Alexander justru membela pernyataan anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.

“Pak Luhut benar bahwa dengan perubahan sistem, dengan digitalisasi diharapkan enggak ada lagi lah model-model korupsi seperti itu dan kita harus mencari tahu juga akar persoalannya apa sih. Kenapa sih kepala daerah banyak yang tertangkap,” pungkasnya.