Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri telah mengetahui Sekjen-nya, Hasto Kristiyanto, dipolisikan atas kasus dugaan penghasutan yang menyebabkan keonaran dan penyebaran berita bohong ke Polda Metro Jaya.

Bahkan, Megawati dikatakan sudah menyampaikan pesan atau wejangannya dalam menghadapi perkara tersebut.

"(Ketua Umum PDI Perjuangan) sudah mengetahui. Saya melaporkan kepada beliau," ujar Hasto kepada wartawan, Selasa, 4 Juni.

Salah satu pesan yang disampaikan Megawati kepada Hasto yakni memerintahkan untuk mengikuti proses hukum. Hal ini juga sebagai contoh bagi para kader PDIP lainnya.

"Jalankan kewajiban sebagai seorang warga negera yang taat kepada hukum. Karena PDI Perjuangan selalu mengajarkan kader-kadernya tentang pentingnya supremasi hukum," kata Hasto.

Pemeriksaan terhadap Hasto Kristiyanto diketahui berdasarkan surat pangilan yang tergistrasi dengan nomor B/13674/V/RES.1.24./2024/Ditreskrimum, tertanggal 29 Mei 2024.

Dalam surat itu, dasar pemanggilan Hasto adanya dua laporan polisi (LP) nomor LP/B/1735/III/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 26 Maret 2024 dan Laporan Polisi Nomor LP/B/1812/III/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 31 Maret 2024.

Hasto telah menjalani proses pemeriksaan kurang lebih dua jam. Penasihat hukum Hasto, Petra M Zen menyebut kliennya hanya dicecar empat pertanyaan terkait kasus yang menjadikannya terlapor.

"Olehkarenanya (pemeriksaan Hasto) hanya 4 pertanyaan," ucap Pertra.

Sedikitnya jumlah pertanyaan itu dikarenakan pemeriksaan terhadap Hasto hanyalah klarifikasi yang tak wajib dihadiri.

Selain itu, sebut Petra, pernyataan Hasto yang menjadi pokom permasalahan dalam laporan itu merupakan produk jurnalistik.

"Untuk menghormati hukum, maka penyidik mempersilahkan kita untuk pak Hasto ke Dewan Pers terlebih dahulu. Maka dari itu, hanya empat pertanyaan," kata Petra.

Dalam kasus itu, Hasto diduga melanggar tindak pidana penghasutan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat pemberitaan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).