Bagikan:

NTB - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah menitip penahanan tersangka kasus korupsi pengadaan makanan basah dan kering pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas III Mataram.

"Penahanan mulai hari ini sampai 20 hari pertama masa penahanan jaksa penuntut umum di LPP Mataram," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Tengah I Made Juri Imanu yang dihubungi melalui telepon, Senin 3 Juni, disitat Antara. 

Penahanan terhadap tersangka perempuan berinisial BMA, kata dia, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejari Lombok Tengah Nomor: Print-806/N.2.11/Fd.1/06/2024, tanggal 3 Juni 2024.

Ia menjelaskan, pihaknya melakukan penahanan sesuai dengan prosedur penanganan hukum.

"Jadi, sebelum penahanan, yang bersangkutan jalani pemeriksaan penyidik di kantor (Kejari Lombok Tengah) sebagai tersangka," tuturnya.

Tersangka dalam kasus ini merupakan salah satu pemilik perusahaan penyedia makan basah dan kering di RSUD Praya. Kerja sama tersebut berjalan sepanjang tahun 2017 sampai dengan 2020.

Dari hasil penyidikan ditemukan adanya indikasi pidana bahwa pengadaan tersebut tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Akibat perbuatannya, kejaksaan mencatat adanya kerugian negara sebesar Rp528 juta. Angka itu muncul berdasarkan hasil audit dari pihak Inspektorat Lombok Tengah.

Penyidik lantas menetapkan tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Juri menjelaskan, penanganan kasus ini merupakan hasil pengembangan dari perkara korupsi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya.

Pada kasus pertama majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap tiga orang yang kini telah berstatus narapidana. Mereka adalah mantan Direktur RSUD Praya dr. Muzakir Langkir, mantan Bendahara RSUD Praya Baiq Prapningdiah Asmirini, dan pejabat pembuat komitmen (PPK) BLUD Adi Sasmita.