Bagikan:

JAKARTA - Senjata api merupakan barang telarang bagi masyarakat di Indonesia. Aturan yang ketat membatasi penggunaannya. Akan tetapi, masih banyak pihak-pihak yang memilikinya dengan cara ilegal. Belum lama ini polisi mengungkap perkara kepemilikan puluhan senjata api tanpa izin dengan menetapkan enam orang tersangka.

Pengungkapan itu bermula saat adanya laporan soal kasus penganiayaan dengan korban berinisial DH. Ketika itu, DH terlibat jual beli mobil mewah dengan dua orang pelaku, AK dan JR.

Saat proses negosiasi, mereka berselisih paham, hingga akhinya salah seorang pelaku meletupkan senjata api tepat di samping kepala DH dan sempat memukulinya. Tak terima perbuataan tersebut, DH melaporkan perkara itu ke polisi.

Kemudian, polisi menyelidik laporan tersebut dan beberapa hari selanjutnya, kedua tesangka ditangkap. Penyidik kemudian menggali keterangan kedua tersangka soal asal-muasal senjata api yang digunakan.

Dari pemeriksaan diketahui senjata api yang digunakan saat melakukan penganiayaan merupakan milik JK, yang dibeli dari seseorang berinisial GTB. Berbekal infomasi itu, polisi bergerak dan menangkap GTB dengan barang bukti 5 senjata api dan 3 senapan angin.

Pengembangan pun kembali dilakukan. Dari keterangan tersangak GTB, dalam aksi jual beli senjata api ia berkerja sama dengan tiga orang lainnya, yakni, WH, MH dan AST. Mereka kemudian ditangkap di lokasi berbeda.

Dalam penangkapan itu, sebanyak 20 senjata api ilegal laras panjang berbagai jenis dijadikan barang bukti. Namun, saat ini polisi masih mengembangkan perkara itu untuk mengetahui asal senjata api ilegal tersebut.

Ilustrasi (Pixabay)

Aturan kepemilikan senjata api

Krimonolog Universitas Indonesia Ferdinand Andi Lolo mengatakan, untuk mendapatkan senjata api secara legal, bukanlah perkara mudah. Proses panjang karena persyaratan yang rumit harus dilewati ketika seseorang ingin memiliki senjata api.

"Aturannya jelas, masyarakat sipil tidak bisa memiliki senjata api, kecuali mereka yang karena pekerjaannya. Polri memiliki aturan pemberian izin senjata api," ucap Ferdinand.

Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak pihak yang 'bermain' di balik itu semua. Mereka menawarkan jasa untuk mempermudah seseorang memiliki senjata api secara ilegal.

Biasanya, oknum tersebut memiliki akses atau jaringan yang kuat di seputaran dunia senjata api. Sehingga, mereka bisa meloloskan atau mengakali aturan-aturan yang ketat.

Kemudian, ada cara lainnya untuk mendapatkan senjata api, yaitu dengan menyelundupkannya dari daerah-daerah konflik. Dengan kedua itu, masyarakat sipil bisa memiliki barang berbahaya tersebut.

"Senjata api pabrikan bisa didapat dari selundupan, misalnya dari daerah konflik. Kemudian bisa juga dari oknum yang memiliki akses ke senjata pabrikan, namun jumlahnya tidak banyak karena mekanisme kontrol dari institusi militer dan sipil sudah berjalan cukup baik," papar Ferdinand.

Untuk mencegah angka peredaran senjata api ilegal, polisi disarankan meningkatkan fungsi intelejen guna mendeteksi oknum yang menjual senjatanya dan penyelundupan dari daerah konflik. Selanjutnya, hukuman berat mesti diterapkan agar memberikan efek jera bagi masyarakat.

"Pertama, tingkatkan fungsi intelijen, terutama mendeteksi kebocoran internal. Kedua, buat pemetaan daerah daerah rawan penyelundupan senjata, terutama di jalur-jalur masuk ilegal dari luar negeri. Ketiga, timbulkan efek jera bagi pengguna atau pemilik senjata api ilegal dengan hukuman yang lebih berat," ungkap Ferdianand.

Hukuman berat

Pakar hukum Univesitas Al-Azhar Suparji Ahmad mengatakan, merujuk Undang-Undang nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api, hukuman penjara puluhan tahun atau hukuman mati menanti para pelanggar. Hanya saja, penerapannya dan pengawasan senjata api memang dinilai minim.

Padahal, dalam peraturan yang ada, sudah jelas ditekankan hanya TNI dan Polri yang berhak menggunakan senjata api. Namun, bagi warga sipil yang ingin memilikinya harus mengantongi izin terlebih dahulu.

"Warga sipil tidak boleh punya senjata api. Tetapi sipil boleh memiliki dengan tujuan melindungi diri dan harus dengan syarat ada izin dari polisi," singkat Suparji

Undang-Undang nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api, berisi soal;

(1) Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun