Kita Memasuki Masa di Mana Para Kriminal Mulai Terbiasa Gunakan Senjata Api
Ilustrasi (Marcus Trapp/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Fenomena para pelaku kejahatan yang beraksi dengan senjata api makin marak terjadi. Bahkan, mereka tak segan melukai orang dengan tembakan jika operasi kejahatan mereka terancam.

Salah satu aksi kejahatan yang bermodalkan senjata api adalah perampokan toko emas Cantik di Pasar Pecah Kulit Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat. Pelaku yang terekam kamera CCTV mengenakan helm serta penutup wajah itu sempat dua kali membakan senjata api.

Pertama, diarahkan ke toko emas dan mengenai lampu. Kemudian, ke arah salah seorang saksi dan tepat mengenai bagian kakinya.

Sekitar tiga sampai empat kilogram emas, berhasil digasak pelaku dari toko tersebut. Sementara, dalam upaya pengungkapan itu, polisi sudah melakukan langkah-langkah hukum, seperti memeriksa beberapa saksi dan mengambil barang bukti berupa selongsong dari senjata api pelaku.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara, diketahui ciri-ciri fisik pelaku yang bermata sipit dan belogat salah satu etnis. Hanya saja, penyelidikan tetap berjalan untuk menangkap sosok pelaku.

Dengan salah satu contoh perkara itu, tak dipungkiri rasa kekhawatiran masyarakat pun semakin besar atas berbagai tindak kejahatan yang bisa saja menimpa mereka. "Dari keterangan saksi, korban, dan rekaman CCTV kita bisa mengidentifikasi pelaku," katanya.

Sebab kita tahu, penggunaan senjata api juga kerap terjadi pada perkara lain. Misalnya, pembegalan, pencurian kendaraan bermotor, atau lain-lainnya.

Fenomena maraknya penggunaan senjata api dalam suatu tindak kejahatan, direspons Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Ferdinand Andi Lolo. Menurutnya, terdapat dua alasan mengapa para pelaku memilih senjata api untuk melancarkan aksi.

Pertama, dengan mengunakan senjata api, para pelaku bisa mendapatkan hasil yang banyak. Kemudian, tujuan kedua yaitu agar menyelesaikan aksi kejahatan dengan cepat. Sehingga, minim saksi dan sulit terungkap.

"Dua elemen itu lebih besar kemungkinannya didapat dari senjata api daripada senjata yang lain," kata Ferdinand, dihubungi VOI, beberapa waktu lalu.

Faktor lain adalah rasa takut korban dan dampak yang ditimbulkan jika para pelaku menggunakan senjata api. Sehingga, secara alamiah, orang-orang yang menjadi korban akan memilih tak melakukan perlawanan dan menuruti segala permintaan dari pelaku kejahatan.

Di sisi lain, soal pelaku kejahatan yang tak segan menggunakan senjata api untuk melukai korbannya, disebut, dilakukan untuk menekan resiko yang terjadi, semisal, tertangkap, atau lainnya. "Mereka tidak segan menggunakan untuk memperkecil risiko kejahatannya terhenti dan memperbesar kesempatannya berhasil," kata Ferdinand.

Untuk itu, aparat penegak hukum harus menggalakkan pengungkapan industri-industri pembuatan senjata api ilegal. Sebab, para pelaku kejahatan tak perlu merogoh kocek yang dalam hanya untuk mendapat senjata berbahaya tersebut.

"Yang perlu dilakukan penegak hukum adalah pengawasan dan kontrol senjata rakitan, atau senjata organik. Memperkecil pasar gelap senjata, dan melakukan pengawasan ketat terhadap potensi pembuatan senjata dalam skala industri rumahan," pungkas Ferdinand.