Duka Korban Peminjaman Fiktif dan Pencurian Data dari Amar Bank
Amar Bank di Thamrin

Bagikan:

JAKARTA - Amarah Daniel tidak terbendung lagi di depan Customer Services Amar Bank di Gedung Grha Niaga Thamrin, Jakarta. Keluhan Daniel yang menjadi korban peminjaman fiktif dan pencurian data, tidak ditanggapi dengan baik oleh bank ini.

Nama Daniel dicatut sehingga tercatat menjadi debitur bank ini. Daniel disebut meminjam uang Rp9 juta dari Amar Bank pada Desember 2019. Sudah lebih dari dua bulan terakhir ini, ada tunggakan sebesar Rp1,8 juta yang macet.

Oknum pencatut itu menggunakan semua data yang ada di KTP Daniel. Data yang tercatat oleh Amar Bank adalah nama, alamat serta nomor KTP Daniel. Perbedaannya cuma pada bagian foto yang --pengakuan pihak bank-- terlihat diedit sehingga bukan gambar Daniel. 

Kejanggalan lain, uang itu dikirim ke sebuah nomor rekening di Bank Mandiri. Namun saat dicek Daniel, Bank Mandiri malah mengaku tidak pernah punya nomor rekening seperti itu.

Di data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pekerjaan pencatut itu seorang wiraswasta yang jualan baju. Padahal Daniel yang asli adalah direksi PT BPRS di Tangerang dengan posisi direktur utama. Jelas, masalah ini merugikan dia secara personal maupun tempat kantornya.

"Padahal saya sedang butuh due diligence penambahan modal," kata Daniel kepada VOI, 27 Februari 2020.

Korban kredit fiktif Amar Bank

Daniel tiba di Amar Bank pukul 09.00 WIB. Sejak awal dia cuma mau bertemu dengan pimpinan cabang karena dua hari sebelumnya sudah mengirim email keluhan. Daniel malah diketemukan dengan Customer Services yang meminta dia mengisi formulir pengaduan dan scan finger print

"Saya jelas menolak untuk finger print karena saya bukan nasabah bank ini, baru dengar namanya juga. Jadi untuk apa finger print?" ketus Daniel.

Dia merasa dipontang-panting soal pengaduan ini. Diarahkan bertemu supervisor teller hingga diberi nomor seseorang yang diklaim pegawai bank punya wewenang untuk menyelesaikan masalah ini.

"Tetapi sampai kurang lebih 5 kali saya coba telepon, tidak diangkat. Saya pun marah, apa maksudnya memberikan nomor tetapi tidak ada yang angkat. Seperti mempermainkan," ketus Daniel.

Tidak lama kemudian, masuklah seorang bapak dan ibu ke Amar Bank. Dan ternyata, mereka juga korban kredit fiktif bank ini. Tidak beberapa lama lagi, datang juga korban lain yang mengalami nasib serupa. Hingga total ada enam korban yang saling bertemu pada hari itu.

Salah satunya adalah Ibu Bariah. Seorang penjual baju yang dicatut pernah meminjam Rp10 juta, 29 November 2019 lalu. Sama seperti Daniel, Amar Bank mengirim uang sebesar itu sebuah rekening di BRI. Tapi ke BRI --setelah dicek Bariah-- mengaku tak punya nomor rekening itu. 

"Awalnya ada yang sudah dibayar sebagian, tapi enggak tahu sekarang. Buktinya saya enggak bisa meminjam dari bank lain karena sudah di-black list oleh bank," keluh Bariah.

Seluruh korban kredit fiktif dan pencurian data ini akhirnya diajak diskusi oleh Nivia, seorang Supervisor CS Tunaiku di ruko yang berbeda. Dari situlah Daniel baru tahu kalau beberapa korban ini sudah bolak-balik datang ke Amar Bank untuk mengurus persoalan kredit fiktif ini.

"Setelah berdebat sekian lama, akhirnya mereka memberikan secarik surat yang isinya menerangkan bahwa kami bukanlah nasabah bank tersebut. Kami kecewa. Tidak ada permintaan maaf sama sekali," ujar Daniel.

"Permintaan kami mengenai hak kami sesuai POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) bahwa kami berhak meminta data kredit kami di bank juga tidak dipenuhi," keluh Daniel.

Sekitar enam jam seluruh korban kredit fiktif ini berusaha keras bisa mendapatkan penjelasan. Tapi mereka pulang dengan tangan hampa. Identitas oknum yang mencatut nama-nama mereka juga ditolak bank. Padahal bukan tidak mungkin, nama mereka bisa saja kembali dicatut di tempat lain.

"Oya, ada salah satu dari kami yang kasusnya terjadi dua tahun lalu. Dugaan kami jangan-jangan dari 2 tahun lalu sampai 27 Februari 2020, ada berapa lagi korban yang sama dengan kami?" tutup Daniel.