Bagikan:

JAKARTA - Akademisi Muslim Indonesia, Prof. Azyumardi Azra menantang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk mengusung calon presiden sendiri pada Pilpres 2024 mendatang.

Menurutnya, PKS harus bisa mengambil ceruk suara ummat muslim mengingat mayoritas warga Indonesia merupakan penganut agama Islam. Bahkan, semakin banyak orang yang menunjukkan keislamannya.

"Menjadi tantangan bagi partai berbasis Islam, khusunya PKS, karena dengan terjadinya perubahan ekonomi, sosial, pendidikan tahun 80-an sampai sekarang, kita melihat di Indonesia itu sedang terjadi sebagai kebangkitan Islam," ujar Prof. Azra dalam program Mimbar Demokrasi Kebangsaan FPKS DPR RI bertajuk "Modernisasi Islam dan Kebangsaan Indonesia" yang disiarkan secara daring, Jumat, 12 Maret.

Prof. Azra mengungkapkan, dahulu penganut islam mungkin tidak terlalu terlihat di Tanah Air. Berbeda dengan hari ini, dimana banyak wanita menggunakan jilbab, bertambahnya bangunan masjid serta meningkatnya jumlah jamaah haji asal Indonesia.

Karena itu, merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi PKS untuk mengajak kaum muslimin memilih partai berlambang untaian 17 butir padi itu.

"Nah, disini tantangannya. Pada satu pihak terjadi peningkatan keislaman dalam bentuk ibadah tapi menunjukkan bahwa orang yang makin dekat dengan Islam tidak selalu memilih partai Islam," ucap laki-laki kelahiran Padang itu.

Menurutnya, PKS perlu melakukan penelitian mengapa peningkatan keislaman ini tidak berpengaruh terhadap keinginan orang memilih PKS.

"PKS mungkin perlu meneliti kenapa orang misalnya yang keislaman meningkat tapi merasa lebih nyaman memilih partai yang bukan berbasis Islam, tapi berdasarkan Pancasila misalnya. Jadi ini tantangan kenapa terjadi sepeti itu," jelas Prof. Azra.

"Sejak 2009 sampe 2019 belum menunjukkan, tapi hanya jadi partai tengahan saja, masih susah masih pada klasemen bawah. Walaupun PKS belakangan surveinya cenderung naik. Inilah tantangan kedepan bagaimana ini," sambung dia.

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah itu berasumsi, PKS mungkin harus diuji. Mengingat semakin inklusif sebuah partai maka semakin mungkin banyak merekrut pemilih. "Nah bagaimana caranya inklusif itu?," tanya Prof. Azra.

"Mungkin semakin dipercaya sebuah partai maka semakin banyak orang memilih. Semakin besar trust bahwa partai itu tidak punya agenda lain. Orang sering curiga sebuah partai punya agneda lain, misalnya begitu," katanya menambahkan.

Prof. Azra mengingatkan, partai-partai Islam harus berani mengusung calonnya sendiri bukan hanya menjadi pelengkap atau penyerta partai lain. Apalagi, PKS merupakan partai Islam yang memiliki perolehan suara tertinggi pada Pemilu 2019 lalu jika dibandingkan PPP.

Sementara PKB, kata dia, dasar politiknya yakni Pancasila berbasis Nahdlatul Ulama. Sedangkan PAN, tidak bisa lagi disebut partai kader Muhammadiyah karena ketua umumnya pun bukan berasal dari organisasi tersebut.

"Ini tantangan PKS pada Pemilu 2024. PKS harus mengusung capres sendiri. Masa enggak pernah ada partai Islam yang usung? Jangan partai islam ini cuma menjadi pelengkap dan penyerta saja. Masih mending penyerta malah kadang pelengkap dan penderita itu lebih parah lagi," kata Prof. Azra.

"Jadi masih ada waktu tiga tahun bagaimana merekrut orang yang menurut penelitian meningkat keislamannya. Tapi kenapa belum memilih partai Islam," tandasnya.