DENPASAR - Mantan Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, alih fungsi lahan terutama sawah untuk pembangunan pariwisata harus dikendalikan ke depannya.
“Penggunaan lahan produktif apalagi sawah harus betul-betul dikendalikan ketat, bukan tidak boleh membangun fasilitas pariwisata, tapi gunakan lahan tidak produktif, sehingga lahan-lahan produktif kita pada batas minimum tertentu harus terjaga,” kata dia di Denpasar, Selasa, 28 Mei.
Wayan Koster menyampaikan hal tersebut dalam kuliah umum Primakara University, di mana ia turut membeberkan data alih fungsi lahan 3 tahun terakhir.
Berdasarkan data yang ia kumpulkan pada 2020 lahan sawah di Pulau Dewata sebesar 71 ribu hektare, kemudian menjadi 68 ribu hektare saat ini atau berkurang sekitar 1.000 hektare per tahun.
“Sumber daya kita ini makin berkurang, mengancam kehidupan masyarakat, banyak buat hotel dan vila, sawah-sawahnya digaruk dijadikan fasilitas usaha segala macam jadi makin berkurang,” ujarnya.
Koster mengakui perkembangan pariwisata adalah hal yang baik karena berdampak pada pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain harus mengorbankan lahan.
BACA JUGA:
Sementara ketika lahan produktif terus berkurang akan berdampak pada ketersediaan pangan yang dibutuhkan di tengah penduduk Bali yang terus meningkat.
“Oleh karena itu tidak bermaksud menghentikan pembangunan fasilitas pariwisata tapi mengarahkan pembangunan itu agar menggunakan lahan-lahan tidak produktif yang kering,” ujar Koster.
Ia ingin kebutuhan pangan di Bali tetap terpenuhi agar tidak bergantung dengan daerah lain, apalagi di masa kepemimpinannya kemarin telah diluncurkan peta 100 tahun Bali ke depan yang memprioritaskan penggunaan produk lokal Bali.
“Ini lah yang harus kita jaga ke depan, jangan sampai bablas, makanya sekarang respons masyarakat terhadap alih fungsi lahan sawah tinggi, apalagi merusak tebing, itu harus dikendalikan, jangan karena pariwisata semua kita kebablasan hancur alam budaya kita,” kata Koster.