Bagikan:

DENPASAR - Gubernur Bali Periode 2018-2023 Wayan Koster merespons singgungan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Rakernas ke-V PDIP yang mempersoalkan pariwisata Bali tak terkontrol, bahkan kafe-kafe menjadi sarang peredaran narkoba.

Koster memaknai kritik sang ketum partai bermakna positif, yaitu agar pariwisata ke depan ditata sesuai peraturan daerah dan peraturan gubernur yang sudah dibuat saat masa kepemimpinannya bersama Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati.

“Memang sudah ada perda dan pergub tata kelola pariwisata, tapi belum bisa diterapkan kemarin karena kan baru berakhir COVID-19, pariwisata mati selama hampir 3 tahun, kalau di saat baru pulih kami kontrol terlalu ketat nanti tidak bisa pulih pariwisata,” ujarnya dikutip ANTARA, Selasa, 28 Mei.

Meski memiliki pembelaan, Wayan Koster tetap mengakui pariwisata memang harus ditata kembali agar sesuai aturan di daerah yang berbasis budaya berkualitas dan bermartabat.

Terkait sindiran Megawati Soekarnoputri mengenai kafe-kafe menjamur yang menjadi sarang peredaran narkoba, menurut Ketua DPD PDIP Bali itu memang harus dikoordinasikan.

Menurut dia, pembangunan kafe-kafe di Bali merupakan kewenangan kabupaten/kota tempat usaha berdiri, tak hanya kafe, pembangunan fasilitas pariwisata lain seperti hotel dan restoran juga perizinannya di kabupaten/kota.

 

Karena itu, Wayan Koster menjanjikan apabila ia terpilih menjadi Gubernur Bali untuk periode kedua akan menggodok regulasi, sebuah kebijakan kolaborasi antara Pemprov Bali dengan kabupaten/kota.

“Terutama daerah-daerah yang padat wisatawannya sudah tumbuh menjamur kafe dan bahkan disalahgunakan untuk kepentingan tidak baik,” kata dia.

Sebelumnya, dalam Rakernas ke-V PDIP di Jakarta Utara, Minggu (26/5/), Megawati Soekarnoputri menyinggung pengelolaan pariwisata Bali yang tidak terkontrol, dimana ini berimbas kepada kehidupan masyarakat lokalnya.

"Saya sudah marah tuh sama Pak Koster, masa kafe-kafe dibiarin kayak jamur aja, aku bilang itu kan tempat narkoba. Bali ini lama-lama ini sudah mulai greneng-greneng kekurangan air, karena orang pulaunya segitu, maunya terus, selalu alasannya tourism. Turisme-turisme boleh, tapi kan terukur dengan kecil pulaunya,” kata dia.