Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif Atang Irawan menyoroti rencana DPR yang akan merevisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, di tengah isu Presiden terpilih Prabowo Subianto ingin menambah jumlah pos kementerian dari 34 menjadi 40.

Arang menyarankan, penambahan jumlah kementerian sebaiknya tidak dilakukan melalui skema Perppu atau bahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

“Sebaiknya melalui skema perubahan UU Kementerian, agar seluruh elemen masyarakat dapat berdialektika dalam dinamika pembahasan tidak hanya dalam ruang publik semata, termasuk memberikan pandangan dan pendapat dalam pembahasan baik Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) maupun dalam ruang audiensi dan lain sebagainya, sehingga aura partisipasi dalam politik legislasi dapat menjadi ruang yang strategis,” ujar Atang kepada wartawan, Jumat, 17 Mei. 

Atang menilai, meski Prabowo sebagai Presiden terpilih belum menyatakan akan menambah jumlah kementerian kabinetnya, namun atmosfir gimik politik dari sejumlah elit partai mengarah pada permintaan jumlah menteri-menteri yang memicu dinamika ruang pubik.

“Bahkan mempertanyakan eksistensi koalisi dan semangat rekonsiliasi dikhawatirkan hanya terbatas pada bagi-bagi jatah kementerian semata,” ucap Atang.

Padahal, menurut Atang, koalisi dan rekonsiliasi tidak melulu berbicara pembagian kursi melainkan lebih pada membangun sinergitas diantara parpol dalam rangka kepentingan kebangsaan untuk mencapai tujuan bernegara yang diamanatkan dalam konstitusi.

Atang juga mengingatkan, sebaiknya tim perumus memperhatikan secara komprehensif makna Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 bahwa frasa “Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan” harus memprioritaskan urusan-urusan pemerintahan tertentu yang ditegaskan dalam UUD 1945 yang menjadi hak-hak fundamental rakyat.

“Misalnya hak atas perlindungan masyarakat adat yang selalu tergerus dan termarjinalkan, alangkah baiknya dibuat nomenklatur kementerian tersendiri,” jelas atang.

Atang menegaskan, urusan pemerintahan tidak hanya menjadi tanggungjawab kementerian sebagai pembantu presiden, akan tetapi termasuk pemerintahan daerah. 

"Contohnya, terkait dengan urusan pengelolaan wilayah perbatasan alangkah baiknya dilaksanakan melalui skema otonomi daerah atau tugas pembantuan, dan lain sebagainya," katanya. 

Atang menekankan, selain visi misi capres terpilih maka dalam menentukan kementerian juga harus memperhatikan evaluasi terhadap kementerian yang sudah ada. Sebab menurutnya, problem besar bangsa Indonesia yang selalu berulang adalah ketika terjadi obesitas kementrian justru memicu terjadinya ego sektoral, birokratis dan membuka ruang rente dalam rangka pelayanan terhadap rakyat.

Karena itu, Atang mengingatkan agar kementerian negara dilandasi oleh zaken kabinet atau pendekatan keahlian. Sehingga profesionalisme kinerja kementerian bisa akuntabel dan tentunya memiliki responsibilitas tinggi tehadap problem rakyat dan futuristik.

“Sehingga tidak hanya semata-mata mendasarkan pada representasi, baik dari kalangan partai politik atau kelompok kebangsaan lainnya,” pungkas Atang.