Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Perusahaan PT Jakarta Propertindo (JakPro) Hani Sumarmo mengakui tak ada rencana pembangunan hotel bintang lima pada desain awal arsitektur revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM).

Desain awal ini merupakan buatan Andra Matin sebagai pemenang sayembara. Kemudian, berdasarkan kegiatan strategis daerah (KSD) Pemprov DKI menambahkan rencana pembangunan hotel. KSD merupakan hasil kajian yang dirumuskan oleh Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).

"Waktu sayembaranya menang, (desainnya) tidak termasuk hotel. Kemudian, berdasarkan KSD, kami melihat bahwa PKJ akan menjadi pusat kesenian untuk lingkungan yang lebih besar. Maka, diramu lagi. Bersama Andra Matin juga," ucap Hani saat dihubungi, Senin, 25 November. 

Hani mengatakan, keuntungan dari operasional hotel bintang lima tersebut nantinya akan dialokasikan untuk mensubsidi biaya operasional kegiatan kesenian di kawasan TIM.

Selama ini, operasional TIM disubsidi dalam APBD. Berdasarkan pendapatan asli daerah (PAD) dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang mendapat sekitar Rp6 triliun per tahun, sekitar puluhan miliar masuk dalam subsidi TIM.

"Kalau seniman luar Jakarta menginap di hotel lain, yang dapat untung hotel itu. Tidak ada yang nyangkut ke seniman. Kalau mereka menginap di hotel di kawasan TIM, keuntungan akan dikembalikan ke seniman. Pemerintah justru memikirkan teman-teman," ungkap Hani. 

Terlebih, Hani mengklaim pembangunan hotel tak akan mengurangi kegiatan kesenian di kawasan TIM. Luas bangunan hotel nantinya akan mengambil lahan seluas 3.000 meter persegi, dari total luas TIM sebesar 72.551 meter persegi. 

Kemudian, kata Hani, lahan seluas 3.000 meter persegi tersebut tak cuma diperuntukkan pembangunan hotel. Ia bilang gedung hotel akan digabungkan dengan perpustakaan dan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. 

"Hotel itu cuma 60 persen dari 3000 meter persegi lahan yang digunakan. Yang diutamakan di lantai bawa it perpustakaan. Hotel ada di atas perpustakaan," kata dia. 

Lebih lanjut, Hani mengaku sebelumnya tak menyangka akan ada protes sejumlah seniman yang merasa tak dilibatkan dalam rancangan revitalisasi. Yang ia tahu, Pemprov DKI dan Jakpro sudah berdiskusi dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) soal revitalisasi tersebut. 

"Saya kurang tahu (seniman lain). Tapi untuk bisa mengenali satu persatu yang kemudian yang tidak terlembagakan, ya kami juga perlu masukan. Yah, kalau ada seniman yang tak merasa terakomodir, ayo kita duduk bersama saja," tuturnya. 

Sebagai informasi, salah satu penggiat seni di TIM, Imam Ma'arif, yang ikut menolak pembangunan hotel bintang lima itu punya alasan mengapa mereka lantang menyuarakan penolakan. 

Mereka memegang teguh mukadimah TIM sebagai pusat seni kreatif dan seni hiburan. Hal itu tertuang pada Surat Keputusan mantan Gubernur DKI Ali Sadikin saat meresmikan TIM pada tahun 1968.

Menurut Imam, pembangunan hotel bintang 5 oleh Gubernur DKI Anies Baswedan bertolak belakang dengan niat Ali Sadikin. Ia melihat Anies akan akan menempatkan seni hiburan menjadi prioritas, seni kreatif cuma jadi pelengkap. 

"Indikasi itu bisa dilihat dari kebijakan Anies menyerahkan mandat pengelolahan PKJ-TIM selama 30 tahun kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro), sebuah badan usaha milik daerah (BUMD) yang tak terkait sama sekali dengan kehidupan kreativitas seni,"  kata Imam dalam keterangan, Minggu, 24 November. 

Sebagai salah satu penggiat seni yang cukup lama menggunakan TIM untuk berkesenian, Imam merasa Pemprov DKI tidak menampung pandangan mereka. Pemprov DKI seakan menutup mata untuk melihat bahwa penggiat seni tidak butuh hotel untuk menunjang penciptaan suatu karya.

Yang Imam khawatirkan, segala kesibukan aktivitas bisnis akan lebih mendominasi PKJ TIM dari pada aktivitas berkesenian.  Misalnya, manajemen hotel bintang 5 nanti akan menjadi tembok besar yang menjauhkan seniman dari rumahnya sendiri.

"Terbayang, atmosfir dan iklim berkesenian di PKJ-TIM akan rusak dan berubah wujud  menjadi keramian semu. Posisi PKJ-TIM tidak lagi menjadi kebanggaan para seniman," ungkap dia. 

Dengan demikian, Imam meminta PKJ-TIM  harus dikembalikan ke marwah SK Gubernur Ali Sadikin, yang juga menyatakan bahwa kantong budaya tersebut dikelola oleh para seniman sendiri. PKJ-TIM tidak boleh ikut terlibat dalam menangung beban pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta.

"Intinya, PKJ TIM tidak boleh dijadikan sebagai ekspeksperimen tata kelola yang mempertaruhkan satu genarasi pelaku seni. Jika gagal, maka satu generasi kesenian akan punah dan tak akan bisa diputar balik kembali," jelas dia.