Bagikan:

JAKARTA - Beberapa waktu belakangan, sejumlah seniman bergumul di halaman depan Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, setiap Jumat sore. Mereka bukan sedang berkesenian, melainkan menggelar aksi penolakan pembangunan hotel mewah dalam revitalisasi TIM.

Di dalam kawasan TIM, revitalisasi tetap berjalan. Progres revitalisasi TIM sudah masuk pada pembangunan tahap 2, yakni revitalisasi gedung Graha Bakti Budaya (GBB) yang mulai dilakukan pembongkaran. Gedung GBB akan dibangun kembali dengan rancangan desain modern dan minimalis. 

Sementara, pembangunan tahap 1 yang dimulai lebih dulu masih terus berjalan. Pembangunan tersebut meliputi gedung parkir, relokasi Masjid Amir Hamzah, gedung perpustakaan, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, selasar publik, galeri seni, area ruliner, kios retail, dan wisma seni (hotel). 

Mulanya, penolakan ini lantang disuarakan beberapa pegiat seni pada diskusi bertajuk "PKJ-TIM Mau Dibawa ke Mana?" yang digelar di Pusat Dokumentasi HB Jassin, TIM, pada Rabu, 20 November 2019. Dalam diskusi tersebut, sejumlah penggiat seni di TIM menolak pembangunan hotel bintang lima di kawasan TIM.

Anggota Forum Seniman Peduli TIM (FSPTIM) Januarizal menganggap, pembangunan hotel mewah bertolak belakang dengan mukadimah TIM sebagai pusat seni kreatif dan seni hiburan. Hal itu tertuang pada Surat Keputusan mantan Gubernur DKI Ali Sadikin saat meresmikan TIM pada tahun 1968.

"Kami setuju dengan revitalisasi TIM, dengan catatan mampu membuat para seniman makin bergairah dalam proses berkesenian. Tapi, yang kami tidak setuju adalah dibangunnya hotel mewah di lingkungan TIM," tutur Januarizal saat dihubungi VOI, Minggu, 9 Januari. 

Selain itu, Januarizal juga menolak penyerahan mandat pengelolaan TIM setelah direvitalisasi kepada BUMD PT Jakarta Propertindo. Mandat ini disahkan lewat Peraturan Gubernur DKI Nomor 63 Tahun 2018.

"Kami menolak pengelolaan TIM kepada JakPro selama 28 tahun. Paling tidak, mestinya diserahkan pada sebuah lembaga yang isinya orang-orang yang berbudaya dan mengerti kebudayaan," ungkap dia.

Ilustrasi revitalisasi TIM (dokumen JakPro)

Sebenarnya, suara penolakan seniman atas pembangunan hotel mewah di TIM sudah terdengar ke telinga anggota DPRD. Pada 27 November 2019, puluhan seniman yang menolak pembanguan hotel bintang lima itu mendatangi Gedung DPRD DKI. 

Para seniman itu beraudiensi dengan sejumlah anggota fraksi PDIP. Bahkan, hadir pula perwakilan dari Jakpro yang turut mendengar alasan penolakan dari seniman. "Waktu audiensi dengan DPRD FPDIP, orang-orang orang-orang Jakpro hanya bersilat lidah," katanya. 

Namun, Januarizal menyayangkan DPRD hanya mendukung lewat lisan. Pada pembahasan rancangan APBD 2020, DPRD hanya memangkas anggaran Jakpro sebesar Rp400 miliar. Maka, anggaran yang didapat JakPro untuk revitalisasi TIM menjadi sebesar Rp200 miliar, dari usulan awal Rp600 miliar. 

"DPRD hanya berucap mendukung tapi belum ada action untuk melarang pembangunan hotel mewah," ucap Januarizal. 

Januarizal menegaskan, seniman yang tergabung dalam FSPTIM akan terus melakukan aksi penolakan yang ditujukan kepada Pemprov DKI. "Meskipun, kami seperti menghadap tembok tuli (dengan jajaran Pemprov DKI)," pungkas dia.