JAKARTA - Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan rasa herannya mengenai eks Dirut Pertamina, Galaila Karen Agustiawan yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2014.
Dalam persidangan, awalnya hakim anggota mempertanyakan pengetahuan JK seputar kasus yang menjadikan Karen sebagai terdakwa.
"Sebab terdakwa ini sampai dijadikan terdakwa di sini tahu saudara?" tanya hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 Mei.
"Saya juga bingung kenapa jadi terdakwa, bingung, karena dia menjalankan tugasnya," jawab JK.
Menurutnya, Karen hanya melaksanakan tugas sebagai Dirut PT Pertamina. Itupun sesuai dengan instruksi.
Terlebih, dalam kebijakan ketersedia energi, JK turut terlibat membahasnya saat masih berada di pemerintahan.
"Ini kan berdasarkan instruksi kata bapak tadi kan?" tanya hakim.
"Iya, instruksi," jawab JK.
"Instruksi Presiden nomor 1 ditujukan ke Pertamina?" tanya hakim.
"Iya," jawab JK.
"Itu yang saya kejar, instruksinya apa isinya?" tanya hakim.
"Instruksinya harus dipenuhi di atas 30 persen," jawab JK.
"Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan saya masih di pemerintah saat itu," imbuh JK.
Tapi, JK mengaku tak mengetahui perihal untung rugi PT Pertamina ketika melaksanakan kebijakan tersebut.
"Jadi ada memang ada kebijakan-kebijakan dalam itu ya. Jadi bapak tidak tahu apakah Pertamina itu merugi atau menguntung, nggak tahu?" tanya hakim.
"Tidak, tidak. Tapi begini boleh saya tambahkan, kalau suatu kebijakan bisnis langkah bisnis, cuman ada dua kemungkinannya, dia untung atau rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum maka seluruh BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau suatu perusahaan rugi harus dihukum," jawab JK.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG di Pertamina pada 2011–2014.
Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada Pertamina dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Karen didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara dengan Rp1,62 miliar. Karen turut didakwa memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Selain itu, dia juga didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2 serta memberikan kuasa.