Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Sekjen DPR Indra Iskandar terkait dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas anggota parlemen. Hanya saja, mereka tak mau memerinci soal pemeriksaan tersebut.

“Apa yang didalami terkait dengan Sekjen DPR ini sudah masuk ke materi perkara. Jadi saya tidak bisa menyampaikan,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 15 Mei.

“Tapi intinya begini perkaranya adalah pengadaan di rumah dinas. Jadi pasti informasi yang kita minta adalah seputar pengadaan tersebut,” sambungnya.

Asep meminta masyarakat bersabar karena pengusutan dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas anggota DPR RI masih berjalan. “Secara umum seperti itu. Jadi mohon maaf enggak bisa lebih detail karena masuk ke materinya,” tegasnya.

Senada, Indra Iskandar juga enggan menyampaikan soal materi yang didalami penyidik usai diperiksa selama dua jam hingga pukul 12.00 WIB. Ia hanya menyebut sudah memberi penjelasan kepada penyidik dan komisi antirasuah diyakini akan bekerja profesional.

“Saya berkeyakinan penyidik KPK, KPK akan bekerja secara profesional,” kata Indra kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengungkap sedang mengusut dugaan korupsi di Setjen DPR berkaitan dengan pengadaan kelengkapan furniture atau perabotan di rumah dinas anggota parlemen. Diduga pengisian ruang tamu hingga kamar tidur dicurangi.

Total ada tujuh orang sudah dicegah ke luar negeri dalam kasus ini. Dari informasi yang dihimpun, mereka adalah Sekjen DPR Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR RI Hiphi Hidupati; Dirut PT Daya Indah Dinamika, Tanti Nugroho; dan Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada, Juanda Hasurungan Sidabutar.

Kemudian turut dicegah juga adalah Direktur Operasional PT Avantgarde Production, Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet, Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman yang merupakan swasta.

Modus yang terjadi dalam kasus ini adalah pelanggaran beberapa ketentuan terkait pengadaan barang dan jasa dan penggelembungan anggaran atau mark-up. Rumah dinas yang pengisiannya dikorupsi diduga terletak di Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan.