Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan saat mempertimbangkan upaya operasi untuk mengalahkan Hamas di Rafah yang mempersulit harapan untuk memulangkan sandera Israel.

Demonstrasi melawan pemerintah yang dilakukan oleh keluarga dan pendukung lebih dari 130 sandera yang masih ditahan di Gaza telah menjadi aksi rutin. Para pengunjuk rasa menuntut kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas untuk mengembalikan mereka.

Di sisi lain, ada tuntutan terhadap pemerintah dan militer Israel (IDF) untuk terus melanjutkan operasi Rafah melawan  Hamas yang bertahan di sekitar kota Rafah.

“Kami memuji pemerintah Israel dan IDF karena memasuki Rafah,” kata Mirit Hoffman, juru bicara Mothers of IDF Soldiers, kelompok yang mewakili keluarga personel militer yang bertugas, yang menginginkan garis tanpa kompromi untuk menekan Hamas agar menyerah.

“Kami pikir ini adalah cara negosiasi dilakukan di Timur Tengah,” dilansir Reuters, Rabu, 8 Mei.

Tekanan yang berlawanan ini mencerminkan 'perpecahan' dalam kabinet Netanyahu antara menteri-menteri berhaluan tengah yang khawatir kondisi ini menjauhkan Washington, sekutu paling penting Israel dan pemasok senjata, dan kelompok nasionalis garis keras yang bertekad untuk menyingkirkan Hamas dari Jalur Gaza.

Sementara Hamas menyatakan telah menerima proposal gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir untuk menghentikan pertempuran dengan imbalan pertukaran sandera dengan tahanan Palestina.

Para pejabat Israel menolak tawaran tersebut, dan menuduh Hamas mengubah ketentuan perjanjian.

Namun hal ini tidak menghentikan perundingan dan diplomasi terus berlanjut, dengan kepala CIA Bill Burns berada di Israel untuk bertemu Netanyahu, Rabu, 8 Mei.