Bank Wakaf Mikro, Jurus Pemerintah Genjot Produktivitas Masyarakat Non-<i>Bankable</i>
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi salah satu Bank Wakaf Mikro. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Bagikan:

JAKARTA - Pada Oktober 2017 pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memulai gebrakan baru dalam bidang inklusi keuangan dengan meresmikan program Bank Wakaf Mikro pertama di Cirebon, Jawa Barat.

Bank Wakaf Mikro sendiri adalah sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang berfokus pada pembiayaan masyarakat kecil.  Skema permodalan dari Bank Wakaf Mikro juga terbilang unik.

Setiap LKMS akan menerima sekitar Rp3 miliar sampai Rp4 miliar yang berasal dari donatur, dimana donatur bisa berasal dari semua kalangan atau perusahaan dengan biaya awal Rp1 juta per orang. Tetapi, dana yang diterima LKMS tersebut tidak akan disalurkan semuanya menjadi pembiayaan, karena sebagian akan diletakkan dalam bentuk deposito di bank umum syariah.

Dalam ajaran Islam, wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini searah dengan tujuan dari pendirian Bank Wakaf Mikro, yaitu untuk terus memperluas penyediaan akses keuangan dan permodalan masyarakat, khususnya bagi masyarakat menengah dan kecil yang tidak masuk dalam jangkauan bank (non-bankable).

Karakteristik dari Bank Wakaf Mikro terletak pada proses pendampingannya. Bank Wakaf Mikro pertama-tama akan mengadakan seleksi untuk para calon nasabah, lalu akan dilakukan pelatihan dan pendampingan serta pola pembiayaan yang dibuat pe kelompok atau tanggung renteng.

Skema pembiayaan melalui Bank Wakaf Mikro adalah pembiayaan tanpa agunan dengan nilai maksimal Rp3 juta dan margin bagi hasil setara 3 persen.

Adapun dalam masa awal pendiriannya, Bank Wakaf Mikro menyasar kalangan di pondok pesantren. Strategi tersebut bertujuan untuk membantu masyarakat di lingkungan pesantren untuk terus melakukan kegiatan ekonomi yang produktif.

Head to head dengan Fintech

Karena sifatnya yang menjangkau kalangan masyarakat kecil yang belum memiliki akses terhadap perbankan, Bank Wakaf Mikro (BWM) kerap kali dinilai bersinggungan dengan lembaga jasa keuangan berjenis financial technology (fintech) khususnya yang berjenis peer-to-peer lending.

Meski menggarap segmentasi yang sama, namun terdapat perbedaan diantara kedua lembaga keuangan ini.

Pertama, BWM menggunakan prinsip syariah, kewajiban pemenuhan imbal hasil oleh nasabah sangat rendah, masih belum banyak menggunakan teknologi, memiliki sistem penjaminan tanggung renteng, jumlah pinjaman rendah.

Adapun fintech memiliki karakteristik sistem konvensional, bunga yang tergolong tinggi dibandingkan dengan perbankan, memanfaatkan sarana digital dalam berkegiatan, tanpa agunan, dan jumlah pinjaman jauh lebih besar dibandingkan dengan BWM.

Perkembangan Bank Wakaf Mikro saat ini

Terbaru, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso meresmikan mulai beroperasinya BWM Al Muayyad dan BWM Al Mushoffa disaksikan oleh Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka di Kantor OJK Solo, Minggu, 7 Maret.

“BWM didirikan untuk bisa mendorong ekonomi masyarakat di sekitar pesantren dengan konsep yang sangat sederhana namun sangat memudahkan untuk peningkatan usaha mikro di sekitar pesantren. Kita terus perkuat manfaat BWM ini dengan pembinaan-pembinaan sehingga bisa menaikkan para pengusaha mikro ini ke kelas yang lebih tinggi,” katanya dalam keterangan resmi.

Hingga saat ini telah berdiri 60 BWM dengan kumulatif penerima manfaat sebanyak 41.436 nasabah dan total pembiayaan Rp60,6 miliar. Setiap BWM akan menerima sekitar Rp3 miliar sampai Rp4 miliar yang bersumber dari donatur yang bisa berasal dari semua kalangan atau perusahaan. Pembiayaan bagi nasabah BWM untuk tahap awal sebesar Rp1 juta dengan biaya administrasi tiga persen per tahun.