Menelisik Sejarah Kampung Batik Giriloyo di Yogyakarta
Ilustrasi perajin batik di Kampung Giriloyo (Camille Bismonte - Unsplash)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Kampung Batik Giriloyo merupakan sentra kerajinan batik yang terletak di bawah kaki perbukitan Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sejarah kampung batik Giriloyo diperkirakan dimulai pada abad 17 masehi.

Lokasi Kampung Batik Giriloyo tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan DIY. Jaraknya sekitar 15 km atau sekitar 30 menit berkendara. Di kampung ini, Anda bisa membeli batik tulis asli langsung dari para pengerajinnya.

Sejarah Kampung Batik Giriloyo

Menyadur laman Batik Giriloyo, tidak ada catatan yang pasti soal sejarah Kampung Batik Giriloyo. Akan tetapi, batik di Giriloyo diperkirakan sudah ada sejak abad 17 masehi, tepatnya ketika Sultan Agung memimpin Kerajaan Mataram.

Kala itu, Sultan Agung memerintahkan agar daerah perbukitan Imogiri dijadikan sebagai makam raja-raja.

Pada momen itu, para abdi dalem Kraton yang diperintahkan untuk menjaga makam raja-raja, mengenalkan dan mencari perajin batik di sekitar Imogiri.  

Hal ini lantaran, banyak kegiatan dan upacara adat Kraton Mataram yang harus menggunakan batik. Akhirnya. Banyak warga Giriloyo yang akhirnya diajari membatik karena wilayahnya tak jauh dari makam Raja Imogiri.

Seiring berjalannya waktu, Kampung Giriloyo berubah menjadi sentra kerajinan batik. Di masa awal, masyarakat Giriloyo hanya menjual batik setengah jadi pada juragan batik di Pusat Kota Jogja. Akan tetapi, kini mereka telah mahir memasarkan produknya sendiri.

Puluhan tahun menjalani rutinitas sebagai pengrajin batik, masyarakat Giroloyo sempat terpuruk setelah wilayah DIY diguncang gempa pada 27 Mei 2006 silam. Bencana alam ini membuat semua sentra batik di daerah gulung tikar.

Untungnya kondisi ini tidak berlangsung lama. Mereka berhasil bangkit dari keterpurukan setelah ada pendampingan dari berbagai pihak, mulai dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hingga pemerintah. Masyarakat Giriloyo diajari proses produksi batik dari hulu sampai hilir.  

Selain itu, masyaraka Kampung Batik Giriloyo juga mendapatkan pelatihan cara dan strategi pemasaran batik tulis, sehingga produk mereka bisa dikenal masyarakat luas.

Pada 27 Mei 2007, masyarakat Giriloyo melakukan aksi membatik di atas kain sepanjang 1.200 meter.  Aksi tersebut berhasil pecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI).  

Aksi ini juga menjadi tonggak masyarakat kembali mengembangkan batik tulis. Perajin batik di Kampung Giriloyo memproduksi batik tulis bermotif klasik Mataram, seperti Sido Asih, Wahyu Tumurun, Sido Mukti, Sido Luhur, Parang, hingga Kawung.

Saat ini, jumlah perajin batik di Kampung Giriloyo menccapai 540 orang. mereka menggunakan bahan alami dan kimia untuk mewarnai batik.

Untuk pemasarannya, para perajin batik memanfaatkan sistem online dan offline. Sistem online menggunakan website dan media sosial. Sedangkan untuk offline memanfaatkan pameran.

Harga batik tulis yang dijual di kampung Giriloyo sangat beragam, tergantung motif yakni mulai dari Rp500.000 hingga jutaan rupiah per lembar.

Demikian informasi tentang sejarah Kampung Batik Giriloyo. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan para pembaca setia VOI.ID.