Bagikan:

JAKARTA- Tidak lagi Jakarta menjadi daya tarik bagi sebagian masyarakat luar daerah untuk beradu nasib tinggal dan mencari nafkah.

Masyarakat mulai berpikir ulang tentang tingginya upah yang dijanjikan dibanding di kampung halaman mereka, berbanding dengan biaya hidup yang harus ditanggup ternyata cukup berat.

Informasi tentang tanggungan biaya hidup kini sudah mudah diakses melalui berbagai media informasi, bahkan kerabat yang lebih dulu tinggal di DKI Jakarta.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menyebutkan biaya hidup tinggi menjadi faktor menurunnya jumlah pendatang baru atau warga yang merantau ke Jakarta, setelah Lebaran tahun ini.

"Banyak pemudik sekarang tidak mau membawa keluarga lagi ke Jakarta karena mereka sendiri sudah tertekan dengan biaya hidup, makin lama makin mahal," kata Yayat dikutip dari ANTARA di Jakarta, Kamis 18 April.

Yayat menjelaskan, untuk biaya makan di Jakarta saja bisa menghabiskan Rp3 juta per bulan. Bahkan, hal itu belum mencukupi segala kebutuhan lainnya.

Terlebih, gaji para pekerja di Jakarta yang rata-rata sekitar Rp4 jutaan sehingga akan memilih hidup di kos atau kontrakan murah.

"Apalagi yang masih bujangan dari kampung itu satu indekos atau kontrakan bisa lima orang untuk menghemat biaya," ujarnya.

Selain itu, dia juga menyoroti baru diketahui fakta banyaknya warga memiliki KTP Jakarta, namun tidak tinggal di Ibu Kota sejak dilaksanakan penonaktifan nomor induk kependudukan (NIK) yang masih dilakukan hingga kini.

Menurut dia, data ini turut mendukung alasan biaya hidup tinggi menjadi faktor warga lebih memilih untuk tidak tinggal menetap di Jakarta dan memilih hidup di kota sekitarnya.

Kendati demikian, terdapat juga faktor lainnya yang mendukung warga masih bisa untuk bekerja di Jakarta meski sudah tidak tinggal menetap yakni adanya kemudahan transportasi.

"Mereka masih bisa menggunakan sepeda motor, KRL hingga bus daripada mereka tinggal di Jakarta," ujarnya.

Dengan demikian, dia menilai biaya hidup memang berpengaruh pada naik turunnya jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta.

Namun hal itu tidak mengurangi kepadatan aktivitas warga untuk tetap mencari pekerjaan di Ibu Kota.

Sebelumnya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta menjelaskan tren jumlah pendatang pasca Lebaran selama empat tahun terakhir, yakni sebanyak 24.043 pendatang pada 2020, kemudian turun menjadi 20.046 pendatang pada 2021.

Lalu, pada 2022, jumlah pendatang sempat meningkat menjadi 27.478 orang dan kembali turun menjadi 25.918 pendatang pada 2023.

Kepala Dinas Dukcapil Provinsi DKI Jakarta Budi Awaludin memperkirakan jumlah pendatang baru ke Jakarta akan menurun jika dibandingkan dengan 2023 yakni sekitar 10.000-15.000 orang.