Bagikan:

JAKARTA - Pejabat badan pengungsi PBB pada Hari Jumat memperingatkan, kemungkinan warga Gaza menyeberang dari kota perbatasan Rafah ke Mesir untuk menghindari serangan militer, akan membuat penyelesaian konflik Israel-Palestina menjadi mustahil dan menyebabkan "dilema yang mengerikan" bagi orang-orang yang melarikan diri.

Komisaris Tinggi UNHCR Filippo Grandi mengatakan, "kita harus melakukan segalanya dengan sungguh-sungguh" untuk menghindari arus keluar penduduk Gaza.

"Satu lagi krisis pengungsi dari Gaza ke Mesir, saya jamin akan membuat penyelesaian masalah pengungsi Palestina sebagai konsekuensi konflik Israel-Palestina menjadi mustahil,” kata Grandi kepada Reuters di markas besar UNHCR Jenewa, Swiss, melansir Reuters 12 April.

Rencana Israel untuk menyerang Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Gaza berlindung dari serangan militer di utara, telah menuai kecaman luas.

Sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat, telah memperingatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, negaranya akan menghadapi isolasi global jika hal ini terus dilakukan.

Menurut Grandi, serangan terhadap Rafah mungkin menjadikan pergerakan warga Gaza ke Mesir sebagai "satu-satunya pilihan yang tersedia demi keamanan."

"Dilema ini tidak dapat diterima dan tanggung jawab untuk menghindari dilema ini terletak pada kasus khusus yang dihadapi Israel, kekuatan pendudukan di Gaza," katanya.

Sebelumnya, militer Israel mengatakan empat batalyon Hamas masih berada di kota itu serta sejumlah komandan senior gerakan Islam yang jumlahnya tidak diketahui.

Grandi mengatakan, UNHCR sedang menyiapkan tenda dan perbekalan serta bekerja sama dengan negara-negara di kawasan, untuk membuat rencana darurat mereka sendiri terhadap kemungkinan kedatangan warga Gaza.

"Kami melihat wilayah tersebut dan kemungkinannya bukan hanya arus keluar, tapi juga konflik bisa meluas," ungkap Grandi.

"Tetapi saya ulangi, kita tidak boleh sampai pada dilema yang mengerikan itu, yang hampir merupakan akhir dari apa yang benar-benar penting di sini, perdamaian tertinggi," tandasnya.

Diketahui, sekitar 5,6 juta pengungsi Palestina saat ini tinggal di Yordania, Lebanon, Suriah, Tepi Barat yang diduduki Israel dan Gaza, sebagian besar merupakan keturunan dari mereka yang dipaksa keluar atau meninggalkan rumah mereka sekitar perang tahun 1948 terkait dengan pendirian Israel.

Nasib para pengungsi Palestina adalah salah satu masalah paling pelik dalam proses perdamaian yang hampir mati. Palestina dan negara-negara Arab mengatakan, kesepakatan tersebut harus mencakup hak para pengungsi dan keturunan mereka untuk kembali, sesuatu yang selalu ditolak oleh Israel.