Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri melalui juru bicara Lalu M. Iqbal tegas membantah adanya barter pemulihan hubungan diplomatik dengan Israel, dengan dukungan untuk keanggotaan Indonesia pada forum ekonomi internasional.

"Saya tegaskan hingga saat ini tidak ada rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel, terlebih di tengah situasi kekejaman Israel di Gaza saat ini. Posisi Indonesia tidak berubah dan tetap kokoh mendukung kemerdekaan Palestina dalam kerangka two-state solution," tegas Iqbal mengenai kabar pemulihan hubungan diplomatik dengan Israel, dalam keterangannya Kamis 11 April malam.

"Indonesia akan selalu konsisten, berada di garis terdepan membela hak-hak Bangsa Palestina," tandasnya.

Sebelumnya, The Times of Israel mengutip situs berita Ynet pada Hari Kamis melaporkan, Israel dan Indonesia telah mengadakan pembicaraan mengenai normalisasi hubungan antara kedua negara selama tiga bulan terakhir, lapor situs berita Ynet.

Laporan yang tidak disebutkan sumbernya tersebut mengatakan, sebagai imbalan atas terjalinnya hubungan dengan Israel, Yerusalem akan berhenti menghalangi Indonesia untuk bergabung dengan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), organisasi ekonomi yang saat ini mencakup 38 negara dengan perekonomian terkemuka di dunia.

"Proses keanggotaan Indonesia akan memakan waktu cukup panjang," jelas Iqbal

"Roadmap keanggotaan menurut rencana akan diadopsi Bulan Mei depan dan dalam roadmap itu banyak sekali hal yang harus dipersiapkan Indonesia," sambungnya.

Laporan tersebut mengatakan OECD juga terlibat dalam pembicaraan tersebut. Seorang pejabat Israel kemudian mengkonfirmasi laporan tersebut kepada Times of Israel.

"Waktu yang diperlukan setiap negara untuk menyelesaikan proses keanggotaan penuh di OECD berbeda-beda. Semua tergantung kesiapan negara tersebut. Beberapa negara memerlukan waktu 3 tahun, beberapa lagi memerlukan lebih dari 5 tahun," urai Iqbal.

Diketahui, Israel dilaporkan telah berupaya untuk menormalisasi hubungan dengan Indonesia, negara Muslim terbesar, bersama dengan Arab Saudi dan negara-negara lain sebelum perang dengan Hamas pecah pada tanggal 7 Oktober, yang sebagian besar membuat langkah tersebut terhenti.