Bagikan:

JAKARTA - Kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Hari Selasa mengatakan, pengepungan Israel atas Gaza dan perintah evakuasi di wilayah tersebut dapat berarti pemindahan paksa warga sipil, melanggar hukum internasional.

Juru bicara kantor HAM PBB Ravina Shamdasani mengatakan, Israel sepertinya tidak melakukan upaya untuk memastikan warga sipil yang dievakuasi memeroleh akomodasi layak, kebersihan, kesehatan, keselamatan hingga kebutuhan nutrisi.

"Kami khawatir perintah ini, ditambah dengan penerapan pengepungan total terhadap Gaza, mungkin tidak dianggap sebagai evakuasi sementara yang sah. Oleh karenanya, itu akan menjadi pemindahan paksa warga sipil yang melanggar hukum internasional," terangnya di Jenewa, Swiss, melansir Reuters 17 Oktober.

"Mereka yang berhasil mematuhi perintah otoritas Israel untuk mengungsi kini terjebak di selatan Jalur Gaza, dengan sedikit tempat berlindung, persediaan makanan yang cepat habis, sedikit atau tidak ada akses terhadap air bersih, sanitasi, obat-obatan dan kebutuhan dasar lainnya," ungkapnya.

Istilah "pemindahan paksa" menggambarkan relokasi paksa penduduk sipil dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dapat dihukum oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Terpisah, Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan, persediaan makanannya di Gaza semakin menipis tetapi mereka memiliki simpanan persediaan di Kota Al-Arish, Mesir, yang berada di dekat Gaza.

Abeer Etefa, Pemimpin Komunikasi Regional WFP untuk Timur Tengah dan Afrika Utara mengatakan, mereka berharap "untuk menyeberang segera setelah akses perbatasan diberikan."

"Kami menyerukan akses tanpa hambatan, jalur aman menuju pasokan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan ke Gaza," katanya.

Diketahui, Truk-truk yang membawa perbekalan menuju penyeberangan Rafah di Mesir, satu-satunya jalur akses ke daerah kantong tersebut di luar kendali Israel, meskipun tidak diketahui secara pasti apakah mereka dapat menyeberang perbatasan atau tidak.

Selain berkurangnya pasokan makanan dan air, beban kesehatan di Gaza juga mencapai "titik puncak", kata Pelapor Khusus PBB Tlaleng Mofokeng.

"Infrastruktur medis di Gaza telah rusak parah dan penyedia layanan kesehatan berada dalam situasi yang mengerikan, dengan terbatasnya akses terhadap pasokan medis dan kondisi yang tidak memungkinkan mereka memberikan layanan kesehatan yang tepat waktu dan berkualitas," urai Mofokeng.

Sementara itu, badan PBB untuk Palestina, UNRWA mengatakan, cadang bahan bakar di seluruh rumah sakit di Gaza diperkirakan hanya akan bertahan selama 24 jam saja.

"Penutupan generator cadangan akan membahayakan nyawa ribuan pasien," sebut badan itu memperingatkan.