Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menyebut pemberian remisi, termasuk terhadap narapidana kasus korupsi berada di tangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa.

Hal ini disampaikan Johanis menanggapi pemberian remisi selama satu bulan terhadap eks Ketua DPR RI Setya Novanto yang jadi terpidana kasus megakorupsi pengadaan KTP Elektronik atau e-KTP.

“Status beliau sudah menjadi terpidana sehingga secara hukum, Kemenkumham yang berwenang mengatur keberadaan Setya Novanto di lapas, termasuk hak untuk mendapatkan remisi,” kata Johanis kepada wartawan, Jumat, 12 April.

Johanis menerangkan terpidana kasus korupsi memang berhak mendapatkan remisi atau pengurangan masa jabatan sesuai Pasal 10 Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 7 Tahun 2020. Asalkan mereka telah menjalankan kewajibannya, salah satunya membayar lunas denda.

“Narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi untuk mendapatkan remisi harus telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Setya Novanto juga mendapatkan remisi Hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah pada tahun lalu. Ketika itu ia mendapatkan diskon masa hukuman selama satu bulan.

Dalam kasus ini, Setya Novanto kemudian divonis hukuman selama 15 tahun penjara yang putusannya dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 April 2018. Selain itu, dia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Kemudian, Setya Novanto juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar Amerika Serikat. Lalu, hak politiknya dicabut selama lima tahun setelah ia dibebaskan dari penjara.