Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghadirkan Guru Besar Ilmu Komputer Indonesia Universitas Bina Darma Marsudi Wahyu Kisworo sebagai ahli untuk memberi penjelasan mengenai masalah dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di sidang Mahkamah Konstitusi (MK).

Masalah pertama ada pada sistem pengambilan data dari form C1.hasil perolehan suara di tiap TPS. Tulisan tangan dalam form C1 dibaca lewat sistem optical character recognition (ORC) untuk dikonversi otomatis ke dalam aplikasi.

"Di sini lah problem pertamanya muncul. Kita tahu gerak tulis tangan berbeda, apalagi ada 822.000 TPS yang orangnya berbeda dan tulis tangannya berbeda, ada yang tulisannya bagus, tapi ada sebagian besar yang tulisannya kurang bagus, bahkan jelek," kata Marsudi dalam sidang di gedung MK, Rabu, 3 April.

Perbedaan gaya penulisan angka tiap orang dalam form C1 juga berbeda-beda. Sementara, Menurut Marsudi, tingkat akurasi ORC dalam sirekap paling tinggi hanya sekitar 92,93 persen.

"Jadi, masih ada salah ketika OCR ini mengubah gambar menjadi angka," tuturnya.

Masalah kedua, lanjut Marsudi, ada pada kualitas resolusi kamera ponsel tiap petugas TPS yang mengunggah foto form C1.

"Ada yang kameranya bagus, ada yang kurang bagus, resolusinya beda. Akibatnya, form C1 bisa beda-beda. Ada yang kualitasnya jelas, ada yang buram, ada yang kekuning-kuningan," ucap dia.

Masalah ketiga yakni dari kertas form C1 saat difoto oleh petugas TPS. Ketika kertas yang difoto dalam keadaan terlipat, akan memunculkan perbedaan interpretasi pada sistem OCR.

"Jadi, 3 sumber ini kenapa yang bisa menjelaskan ketika ditampikan di web antara angka dan web itu antara angka dengan C1 bisa berbeda," imbuhnya.