BANDUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat melakukan upaya paksa penahanan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Majalengka Irfan Nur Alam (INA) terkait dugaan korupsi Pasar Sindangkasih, Cigasong, Kabupaten Majalengka.
"Tim penyidik kasus perjanjian kerja sama bangun guna serah pasar Sindangkasih, Cigasong, Kabupaten Majalengka, hari ini melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap salah satu tersangka yaitu yang berinisial INA," kata Aspidsus Kejati Jabar, Syarief Sulaeman Nahdi, di Gedung Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Bandung dilansir ANTARA, Selasa, 27 Maret.
Syarief menerangkan penahanan pada tersangka INA ini dilaksanakan pada Selasa ini berlangsung selama 20 hari ke depan, dengan lokasi di Rutan Kelas 1 Bandung, setelah yang bersangkutan menjalani pemeriksaan selama kurang lebih tujuh jam.
"Penahanan ini juga terkait dengan tersangka INA pada tahun 2019 sampai 2021 menjabat sebagai Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Majalengka," ucapnya.
Untuk pasal yang disangkakan pada tersangka INA adalah Pasal 5, Pasal 12 huruf e, Pasal 11, Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara terkait dengan satu tersangka lainnya dalam kasus ini, yakni Maya (M), Syarief mengatakan sampai saat ini pihaknya belum melakukan upaya paksa (penahanan) meski telah dilakukan pemanggilan sekitar dua pekan lalu.
"Terkait M nanti kita cek lagi, saat ini kami berfokus pada pemberkasan untuk ketiga tersangka INA, AN dan DRN, supaya cepat untuk kita selesaikan dan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor," tuturnya.
Kasipenkum Kejati Jabar Nur Sricahyawijaya mengatakan bahwa satu orang tersangka dalam kasus tersebut yaitu M pada pemanggilan sebelumnya, belum memenuhi panggilan.
"Ke depan akan dilakukan lagi panggilan kepada yang bersangkutan," ujar Cahya.
Kasus ini sendiri terjadi bahwa pada tahun anggaran 2020, dimana Pemkab Majalengka berdasarkan Peraturan Bupati Majalengka Nomor 103 Tahun 2020, melaksanakan pemilihan mitra pemanfaatan barang milik daerah berupa bangun guna serah (build, operate and transfer/BOT) atas tanah di Jalan Raya Cigasong-Jatiwangi Kabupaten Majalengka, di mana yang bertindak selaku Ketua Bangun Guna Serah adalah Asisten Perekonomian dan Pembangunan, kemudian selaku sekretaris adalah Kabag Ekonomi dan Pembangunan Setda Kabupaten Majalengka yang pada saat itu dijabat oleh tersangka INA.
BACA JUGA:
Mitra yang terpilih dalam bangun guna serah itu, adalah PT Purna Graha Abadi (PGA), setelah H Endang Rukanda (Komisaris Utama PT PGA) mengeluarkan sejumlah uang tunai kepada AN (pihak swasta yang telah ditetapkan tersangka dua tahun lalu) dan DRN (PNS yang telah ditetapkan tersangka dua tahun lalu) yang membantu INA dalam mengatur pemenang lelang proyek.
Kemudian PT PGA juga mentransfer sejumlah uang beberapa kali ke rekening atas nama PT KEB, sehingga jumlah totalnya miliaran rupiah, untuk pengkondisian dalam lelang proyek.
Dari uang yang masuk ke rekening PT KEB, kemudian dilakukan penarikan oleh AN bersama dengan DRN. Sejumlah uang tersebut ditransfer oleh PT PGA untuk mengkondisikan mereka sebagai pemenang lelang dalam proyek pekerjaan bangun guna serah.
Diketahui, INA merupakan anak mantan Bupati Majalengka Karna Sobahi. Pada 2019 lalu, INA sempat membuat heboh masyarakat Majalengka karena menembak rekanan kontraktor. Kejadian ini dipicu masalah utang. Walaupun telah terjerat kasus penembakan, INA tetap berstatus ASN. Bahkan jabatannya dipromosikan menjadi Kepala BKPSDM Majalengka.