Pandangan Demokrat soal Kekhususan Jakarta: Bak Diberikan Kepala Tapi Dipegang Buntut
Rapat pembahasan RUU DKI di Ruang Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat, 15 Maret. (Nailin-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron mempertanyakan soal kekhususan Jakarta di dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

Sebab menurutnya, pemerintah pusat masih bisa mengintervensi Jakarta saat membuat peraturan daerah (Perda). Ibaratnya, kata dia, bak diberikan kepala tapi dipegang buntut.

Herman menyinggung Pasal 20 ayat (3) Bab IV Urusan Pemerintahan dan Kewenangan Khusus yang berbunyi

"Pemerintah pusat berwenang menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi DK Jakarta sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

"Artinya, kalau saya melihat pada sisi ini, sepertinya (kekhususan Jakarta, red) ya diberikan kepala, tetapi dipegang buntut gitu," ujar Herman saat rapat pembahasan RUU DKI di Ruang Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat, 15 Maret.

Ketua DPP Partai Demokrat itu juga mempersoalkan Pasal 20 Ayat (2) yang menyebut, "Dalam rangka menetapkan norma, standar, prosedur sebagaimana ayat 2, pemerintah pusat melibatkan pemerintahan daerah khusus."

Herman menilai, isi ayat tersebut mengartikan bahwa pemerintah pusat tidak memberikan kebebasan dan kekhususan untuk Jakarta. Sehingga, kata dia, RUU DKJ justru tidak memberikan kekhususan untuk Jakarta sendiri.

"Melibatkan tetap saja buntutnya dipegang pemerintah pusat. Artinya betul kalau dipertanyakan oleh teman-teman terdahulu, ya tentu saya juga mempertanyakan, kekhususannya mana?," ucap Herman.

Kalau dulu, kata Herman, kekhususan Jakarta memang sebagai ibukota negara. Namun setelah tak lagi jadi ibukota, belum ada hal yang mencerminkan kekhususan daerah khusus Jakarta.

"Kecuali kalau dihubung-hubungkan, misalkan dengan aglomerasi, nah itu khusus, memang tidak ada lagi di Indonesia kecuali Jakarta. Ini maksud saya, kekhususan itu bukan hanya kepada kewenangan pengelolaan sektoral seperti tadi ataupun sisi administrasi, tapi kewenangan-kewenangan yang menjadi kekhususan bahwa DKI sebagai daerah khusus," sebut Herman.

"Misalkan, DKI adalah daerah khusus hunian. Nah itu daerah khusus pak, khusus hunian yang berwawasan lingkungan misalkan. Tapi selama DKI Jakarta masih ada pabrik, masih ada hunian, masih ada kawasan-kawasan lainnya, ya itu tidak khusus," pungkasnya.