Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarat Michael Rolandi mengakui keterbatasan alokasi angaran daerah menjadi salah satu penyebab polemik Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).

Michael mejelaskan, pemerintah daerah wajib mengalokasikan 20 persen APBD untuk pendidikan, 10 persen untuk kesehatan, 40 persen infrastruktur, belanja pegawai 25 persen, dan sisanya bantuan sosial.

"Bansos yang kita keluarkan selama ini sudah hampir 20 persen. (Total alokasi) ini sudah lewat 100 persen. Berarti, keterbatasan anggaran kita perlu kita atur," kata Michael dalam rapat komisi E DPRD DKI Jakarta di gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Maret.

Itu sebabnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memutuskan untuk menggunakan mekanisme baru dalam penetapan penyaluran KJMU.

Sumber data penetapan penerima KJMU berupa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dipadankan dengan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikeluarkan oleh Bappenas.

Pemadanan DTKS dengan Regsosek dilakukan untuk mengetahui pemeringkatan kesejahteraan (desil). Kategori desil yang masih masuk kriteria sebagai penerima bantuan pendidikan tersebut di antaranya sangat miskin (desil 1), miskin (desil 2), hampir miskin (desil 3), dan rentan miskin (desil 4).

Sementara, mahasiswa penerima KJMU yang kini ditetapkan masuk dalam kategori desil 5-10 atau yang dianggap keluarga mampu dikeluarkan dari daftar penerima bantuan sosial biaya pendidikan tersebut.

 

Michael mengklaim, pemeringkatan desil ini dilakukan agar KJMU tetap tersalurkan dengan efisien dengan data yang lebih tepat sasaran.

"Misalnya ada 50 orang yang butuh bantuan. Saya cuma punya duit 20 orang yang bisa dibiayain APBD, dari 50 orang ini saya harus milih," urai Michael.

"Maka ditetapkan lah kriteria desil 1 sampai desil 4. Itu batasan yang kita mampu. Kalau uang kita punya untuk 50, ya 50-nya kita akan memberikan bantuan. tetapi karena uangnya tidak ada, maka tadi, dipakai desil atau dipadupadankan dengan data Regsosek," lanjutnya.

Namun, ternyata adanya pemeringkatan ini menimbulkan masalah baru. Banyak mahasiswa penerima KJMU yang protes karena dikeluarkan dari daftar. Padahal, mereka merasa masih dalam kategori keluarga tidak mampu.

Akhirnya, Pemprov DKI memutuskan untuk memasukkan kembali data penerima KJMU yang sebelumnya sempat dicoret ke dalam daftar penerima KJMU tahap 1 tahun 2024.

Meski data mahasiswa tersebut dimasukkan kembali, Pemprov DKI tetap melakukan pengecekan ulang untuk menentukan kelayakan penerima bantuan sosial biaya pendidikan tersebut dengan verifikasi di lapangan.

Sementara ini, terdapat 19.042 penerima KJMU dari tahun 2023. Pemadanan sementara, tercatat 771 di antaranya tidak layak menerima KJMU. Pemprov DKI akan terus melakukan verifikasi kelayakan data hingga penyaluran KJMU tahap 2 2024.

"data ini kita akan update, kita akan sesuaikan. Untuk di semester yang tahap pertama, kita akan masukkan dulu. Karena datanya dinamis, nanti bisa kita top up (anggaran) di ABPD perubahan untuk yang kira-kira kurang atau masih bisa kita tambahkan," imbuhnya.