Bagikan:

JAKARTA - Wacana pembentukan panitia khusus (Pansus) DPR untuk mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang pencabutan dan pengaktifan izin usaha pertambangan (IUP) serta hak guna usaha (HGU) yang diduga libatkan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia semakin menguat.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, pembentukan pansus tersebut sangat penting untuk mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Menteri Bahlil dalam pencabutan dan pemberian ijin tambang.

"Dalam konteks pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, saya kira ide pembentukan Pansus untuk mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus ijin tambang, tentu perlu kita dukung," kata Lucius di Jakarta, Rabu 13 Maret.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 1 ayat 38 menyebutkan bahwa menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan menteri yang berwenang memberikan dan mencabut izin terkait tambang.

Karena itu, menurut Lucius, pembentukan Pansus Tambang dapat dilakukan untuk membongkar dugaan praktek penyalahgunaan kekuasaan dalam hal pemberian dan pencabutan ijin tambang.

Ijin pertambangan, ungkap dia, sesungguhnya masalah klasik yang tak pernah tuntas, terutama terkait dugaan keterlibatan elit dalam sengkarut ijin tambang juga kerap dibicarakan tetapi tak banyak dan akhirnya berujung penuntasan yang tidak jelas.

Dia menilai pansus menjadi alat yang tepat untuk membongkar dugaan keterlibatan Menteri Bahlil dalam pemberian dan pencabutan ijin tambang karena jangkauan pihak yang berurusan dengan hal tersebut, tidak hanya satu kementerian/embaga saja.

"Karena sifatnya yang lintas sektoral itu, maka Pansus bisa jadi salah satu solusi karena anggota DPR bisa digabung dari berbagai komisi yang punya relasi dengan kasus yang ingin didalami terkait sengkarut perijinan pertambangan ini," kata Lucius.

Dia juga menekankan, pembentukan pansus sangat dibutuhkan untuk penataan ulang terkait pengambilan kebijakan terkait tata kelola pertambangan karena ada dugaan Menteri Bahlil melampaui kewenangannya.

Namun, menurut dia, DPR harus bisa menjelaskan terlebih dahulu terkait persoalan sesungguhnya terkait pemberian dan pencabutan ijin tambang. Selain itu, perlu dijelaskan mengenai apa yang akan dihasilkan dari pansus tersebut sehingga jangan sampai pembentukan pansus hanya terkait kepentingan politik sesaat.

"Harus juga dipastikan bahwa DPR bukan bagian dari sengkarut ijin tambang yang terjadi sehingga pansus atau apapun nanti alat yang dibentuk DPR tak justru menjadi alat yang akan dijadikan tempat untuk mencuci kesalahan anggota DPR sendiri," katanya.

Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto membenarkan rencana pemanggilan Bahlil dilakukan terkait dugaan penyelewengan wewenang. Bahlil bakal dipanggil dalam kapasitas sebagai Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

Sugeng mengatakan, Bahlil diduga menyalahgunakan wewenang sebagai ketua satgas dalam mengevaluasi IUP serta HGU lahan sawit beberapa perusahaan.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengklaim bahwa berbagai fraksi di Komisi VII DPR mendukung pembentukan pansus tambang. Pansus itu diperlukan untuk mengusut segala macam dugaan pelanggaran yang dilakukan Satgas Penataan Investasi yang dipimpin Bahlil.