Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Agama menanggapi pernyataan penceramah Miftah Maulana alias Gus Miftah yang bicara soal larangan menggunakan pengeras suara atau speaker saat tadarus Al-Quran di bulan Ramadan saat ceramah di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur.

Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie menyebut Gus Miftah gagal paham dan asal bunyi (asbun) karena membandingkan penggunaan speaker dengan dangdutan yang disebutnya tidak dilarang bahkan hingga jam 1 pagi.

Pernyataan Gus Miftah itu beredar lewat potongan video yang diunggah di sejumlah media sosial.

“Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat,” ujar Anna dalam keterangan di Jakarta, Senin, 11 Maret.

Anna lantas meminta Gus Miftah membaca ulang dan memahami isi surat edaran yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu.

“Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya. Kalau nggak paham juga, bisa tanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah,” tegas Anna Hasbie.

Anna Hasbie mengingatkan, Kementerian Agama pada 18 Februari 2022 menerbitkan Surat Edaran Nomor SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Edaran ini bertujuan mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.

Edaran ini juga mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.

Anna menegaskan, edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Aturan ini, kata dia, juga bukan merupakan edaran baru.

"Silakan Tadarus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam,” tegas Anna Hasbie.

“Ini juga bukan edaran baru, sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978. Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam,” sambungnya.

Anna menambahkan, edaran ini dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan. Giat tadarrus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadan sangat dianjurkan. Dia bilang, penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, justru agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.

"Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, Insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami,” tandasnya.