Bagikan:

JAKARTA - Cawapres nomor urut tiga, Mahfud MD kembali mendesak dilaksanakannya audit forensik secara independen terhadap Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, lembaga ini dianggap tidak bisa mengendalikan permasalahan dalam sistem IT mereka.

Hal ini disampaikan Mahfud menanggapi tak lagi dimunculkannya diagram perolehan suara di Sirekap oleh KPU. Mahfud bilang masalah dari sistem tersebut sudah sering terjadi dan bisa menimbulkan dugaan kecurangan.

“Menurut saya orang-orang di KPU tuh tidak ada yang bisa mengendalikan IT-nya di sana. Tidak ada yang bisa mengendalikan karena mereka tidak bisa dan tidak paham,” kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 8 Maret.

Mahfud meyakini masalah yang berkaitan dengan Sirekap ini bukan disengaja oleh KPU. “Dia tidak tahu, tidak menguasai teknologi mereka, ya, sama dengan saya,” tegasnya.

“Oleh sebab itu saya usulkan audit digital forensik, audit digital forensik untuk menilai IT dan Sirekap terutama KPU karena sudah ada fakta-fakta digital bahwa itu berpindah sekian kali,” sambung eks Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) tersebut.

Audit ini ditegaskan Mahfud juga harus dilakukan secara independen agar terlihat akar masalahnya. “KPU harus berani membuka dirinya kalau mereka jujur, ya, diaudit saja dan akui ‘saya tidak menguasai dan tidak bisa mengendalikan karena saya bukan ahli IT’ kan itu saja. Dia tidak punya ahli IT yang mengendalikan sendiri,” ujarnya.

Partai politik juga harusnya tak perlu keberatan dengan upaya audit ini, ungkap Mahfud. Upaya ini disebutnya bukan untuk mengubah hasil pemilu melainkan hanya untuk memastikan masalah yang ada apakah pada sistem atau kinerja KPU.

“Jangan takut juga partai-partai enggak setuju audit gitu misalnya, enggak akan berubah padahal hasil yang ditetapkan nanti berdasarkan hitungan manual. Tapi audit ini penting agar ke depannya orang tidak ugal-ugalan seperti KPU sekarang. Sudah diperingatkan pelanggaran etik beberapa kali itu kan sebenarnya secara moral seharusnya sudah mundur tapi mereka enggak mau. Mungkin terikat kontrak juga,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan menggunakan sistem rekapitulasi suara (Sirekap) disoroti banyak pihak. Kekinian, lembaga itu bahkan tidak menayangkan lagi diagram dan bagan perolehan suara Pilpres 2024 serta Pileg 2024 di situs mereka.

"Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti autentik perolehan suara peserta pemilu," kata Anggota KPU Idham Holik dalam keteranganya, Selasa 5 Maret.

Ia menjelaskan langkah ini diambil untuk mencegah timbulnya prasangka publik karena ketidaksesuaian data. Karena ada beberapa gangguan yang menyebabkan jumlah perolehan suara hasil pindai dan di Model C1-Plano menjadi berbeda.

"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader, kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), dan operator Sirekap KPU kabupaten/kota, akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," ujarnya.