Bagikan:

JAKARTA - Pejabat tinggi Partai Komunis Xinjiang mengatakan pada Hari Kamis, "Sinisisasi" Islam di wilayah mayoritas Muslim di barat laut Tiongkok, tempat Beijing dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia, "tidak dapat dihindari".

"Semua orang tahu bahwa Islam di Xinjiang perlu disinisasi, ini adalah tren yang tidak bisa dihindari," kata ketua partai regional Ma Xingrui kepada wartawan di sela-sela sesi parlemen tahunan Tiongkok di Beijing, melansir TASS 7 Maret.

Selama konferensi pers, Ma dan pejabat regional lainnya memuji perkembangan ekonomi Xinjiang, membantah tuduhan AS mengenai kerja paksa dan genosida budaya, dan mencoba menggambarkan wilayah tersebut sebagai wilayah yang terbuka bagi pariwisata dan investasi asing.

Ma, mantan gubernur Provinsi Guangdong yang makmur dan dipindahkan ke Xinjiang pada tahun 2021, menekankan perlunya “koordinasi keamanan dan pembangunan”.

"Ketiga kekuatan tersebut masih aktif hingga saat ini, namun kita tidak boleh takut (untuk membuka diri) karena mereka ada," terang Ma, menggunakan slogan politik yang mengacu pada "separatisme etnis, ekstremisme agama dan kekuatan teroris yang kejam" di Xinjiang.

Beijing pada tahun 2017 melancarkan tindakan keras keamanan di Xinjiang, setelah serangkaian protes etnis yang disertai kekerasan, yang mengakibatkan lebih dari satu juta orang dari beberapa minoritas Muslim ditahan di kamp pendidikan ulang, menurut kelompok hak asasi manusia.

"Kami telah melakukan tindakan keras terhadap kegiatan teroris, mengumumkan dan menerapkan undang-undang anti-terorisme untuk memerangi berbagai bentuk terorisme," kata anggota senior parlemen Xinjiang, Wang Mingshan.

Namun, pengarahan tersebut sebagian besar terfokus pada perkembangan ekonomi Xinjiang, potensi pariwisata dan apa yang digambarkan oleh para pejabat sebagai pelestarian budaya.

Ma diapit oleh dua pejabat Xinjiang yang dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat atas pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang – Tuniyaz dan mantan ketua regional Shohrat Zakir.

Terpisah, kelompok hak asasi manusia menuduh Beijing melakukan pelanggaran yang meluas terhadap warga Uighur, etnis minoritas Muslim yang berjumlah sekitar 10 juta jiwa di Xinjiang, termasuk menolak kebebasan beragama sepenuhnya bagi warga Uighur. Adapun Beijing dengan tegas menyangkal adanya pelanggaran apa pun.

Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping telah berulang kali menyerukan "Sinisisasi" agama-agama di negara itu, termasuk Islam, Budha dan Kristen, mendesak para pengikutnya untuk berjanji setia kepada Partai Komunis di atas segalanya.

Mengutip VOA, sinisisasi adalah proses tindakan untuk membuat sesuatu lebih berkarakter China, atau menjadikannya berada di bawah pengaruh China.

Diketahui, sekitar dua pertiga masjid di Xinjiang telah rusak atau hancur sejak tahun 2017, menurut laporan lembaga pemikir Australia.