Bagikan:

TERNATE - Sebanyak empat terdakwa pemberi suap Gubernur Maluku Utara (Malut) nonaktif Abdul Gani Kasuba (AGK) menjalani sidang perdana dugaan korupsi suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Malut 

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Malut, Daud Ismail; Kepala Dinas Perkim Malut, Adnan Hasanudin; dan dua pihak swasta masing-masing Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk, Stevi Tomas; serta Direktur Utama PT Birinda Perkasa Jaya, Kristian Wuisan.

Dalam sidang ini, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Hatta Ali mendakwa terdakwa Ismail memberikan uang secara bertahap kepada AGK sebesar Rp3 miliar.

Suap itu dimaksudkan agar AGK mempertahankan jabatan terdakwa Ismail sebagai Kepala Dinas PUPR Malut serta mengangkat terdakwa sebagai Pelaksana Tugas serta mendapatkan rekomendasi pangkat luar biasa dalam seleksi terbuka.

"Daud Ismail diduga melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu Terdakwa telah memberikan uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp3.012.340.400,00 kepada AGK selaku Gubernur Maluku Utara, berdasarkan SK Presiden RI. Dengan maksud supaya AGK mempertahankan jabatan terdakwa kepala PUPR Maluku Utara, mengangkat terdakwa menjadi Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR dan memberikan rekomendasi kenaikan pangkat luar biasa kepada Terdakwa sebagai syarat mengikuti seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama untuk jabatan Kepala Dinas PUPR Provinsi Maluku Utara," kata Hatta Ali dalam sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate, Malut, Rabu 6 Maret, disitat Antara.

Sementara terdakwa Stevi Thomas didakwa telah memberi uang kepada AGK sebesar USD 60 dolar Amerika. Upaya itu agar AGK memberikan kemudahan terkait dalam penerbitan izin-izin rekomendasi teknis.

"Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu Terdakwa telah memberikan uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesar USD60.000,00 atau sekitar jumlah itu, kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Abdul Gani Kusuba selaku Gubernur dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu uang tersebut diberikan dengan maksud supaya AGK selaku Gubernur Provinsi Maluku Utara memberikan kemudahan dalam penerbitan izin-izin dan rekomendasi-rekomendasi teknis dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara yang berada dibawah strukturnya, terkait izin-izin dan rekomendasi-rekomendasi teknis yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan di bawah Harita Group," sambung JPU Hatta Ali.

Tindakan Stevi dianggap JPU bertentangan dengan kewajiban AGK selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sementara terdakwa Kristian Wuisan didakwa JPU telah memberikan uang secara bertahap dengan total keseluruhan sejumlah Rp3.505.000.000 kepada AGK selaku Gubernur Provinsi Malut.

"Sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya yaitu karena Abdul Gani Kasuba selaku Gubernur Provinsi Maluku Utara telah memberikan paket pekerjaan di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Maluku Utara sejak Tahun 2020 sampai 2023 kepada Terdakwa, dengan cara mengatur proses tender/pengadaan di Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Sekretariat Pemprov Malut," ujarnya.

"Selain itu, bertentangan dengan kewajiban AGK selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," sambung JPU.

Meresponsnya, terdakwa Daud Ismail dan Kristian Wuisan menolak dakwaan tersebut. Keduanya mengajukan eksepsi pada sidang selanjutnya.

Sidang dugaan korupsi suap di lingkungan Pemerintah Provinsi Malut dengan empat terdakwa pemberi suap akan kembali digelar pada pekan depan Rabu 13 Maret 2024.