Bagikan:

JAKARTA - Rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di Jakarta Timur pada Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 di salah satu hotel kawasan Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa kemarin, 5 Maret, dihujani aksi protes dari saksi salah satu partai.

Mereka protes terkait adanya indikasi kecurangan Pemilu di Jakarta Timur kepada KPU Jakarta Timur. Aksi protes itu pun dilontarkan salah satu saksi partai sebelum rekapitulasi dimulai. Protes itu juga didasarkan dengan temuan dan barang bukti dugaan kecurangan pemilu.

"Saya kecewa dengan perilaku penyelenggara yang masih membiarkan dan tidak memproses orang - orang yang terlibat di dalam indikasi persekongkolan jahat. Jadi beberapa TPS PPK Cakung itu mendapatkan dana dari seseorang, meskipun dana itu sudah dikembalikan ke yang bersangkutan. Tapi itu menciderai demokrasi di Jakarta Timur," kata Rudy Darmawanto, salah satu saksi partai kepada wartawan, Rabu dini hari, 6 Februari.

Dalam aksi protesnya, Rudy menuntut KPU DKI maupun KPU Jakarta Timur untuk memproses PPK dan PPS Cakung yang terlibat dalam persekongkolan jahat itu.

"Kabarnya mereka sudah dikembalikan dana - dana itu kepada yang punya. Tetapi kan tidak melepaskan tindak pidananya," ujarnya.

Rudy beranggapan bahwa menurut peraturan hukum korupsi, "lo boleh mengembalikan duit tapi kan tindak pidananya harus jalan".

"Oleh karena itu saya minta KPU harus proses orang - orang itu. Karena itu kejahatan politik. Kejahatan hak konstitusi warga negara, menjualbelikan suara, mengalihkan suara kepada orang lain, me-markup suara," bebernya.

Rudy juga mengatakan bahwa pihaknya memiliki kelengkapan bukti kecurangan yang dimaksud. Dia meminta KPU segera bertindak secepatnya. Supaya KPU melakukan penyidikan terhadap anak buahnya.

"Ada fotonya di teman - teman partai, mereka terima duit segala macam, TPS semua yang ada di Cakung dan sebagian PPK yang ada di Kecamatan Cakung. Itu kejahatan politik yang levelnya hampir sama dengan hukuman seumur hidup untuk pelaku," katanya.

Rudy juga mengkritisi bahwa DKPP atau Panwas tidak bisa hanya melakukan upaya sanksi administrasi (terhadap) orang-orang tersebut. Mereka, kata Rudy, harus dilakukan tindakan hukum dengan hukuman seberat-beratnya.

"Ya buktinya sih ada. Itu tindak kejahatan, tidak boleh dong. Kan itu menciderai demokrasi," ucapnya.

Rudy pun kecewa ketika aksi protes atas usulan temuannya tidak direspon oleh KPU Jakarta Timur setelah melakukan komplain protes secara lisan.

"Saya minta klarifikasi (tapi) sampai hari ini tidak ada klarifikasi. Belum ada klarifikasi. Nah kalau belum ada klarifikasi, berarti terlibat dong mereka (KPU Jaktim)," ujarnya.

Sementara saat dikonfirmasi, Ketua Divisi Teknis KPU Jakarta Timur, Carlos Paath menyebut bahwa Ketua Lembaga (KPU Jaktim) yang berkompeten untuk menjelaskan.

"Ke ketua aja ya, corong lembaga dan pimpinan sidang (rekapitulasi)," ucapnya.

Namun Ketua KPU Jakarta Timur, Tedi Kurnia enggan memberikan berkomentar.