JAKARTA - Obesitas dan obesitas sentral merupakan salah satu masalah kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2018, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa meningkat dari 10,5 persen pada 2007 menjadi 21,8 persen pada 2018. Peningkatan ini memperlihatkan kebutuhan mendesak akan strategi yang efektif untuk memerangi masalah kesehatan ini.
Terlepas dari tingkat keparahan dan keterkaitannya dengan sejumlah penyakit tidak menular seperti diabetes, kardiovaskular, hipertensi dan stroke, masih banyak miskonsepsi terkait obesitas yang beredar di masyarakat. Saat ini, banyak yang menganggap bahwa mengatasi obesitas hanya masalah cara mengurangi kalori yang masuk dan berolahraga. Sayangnya, mengelola obesitas jauh lebih kompleks dari anggapan tersebut.
Dalam rangka memperingati Hari Obesitas Sedunia pada 4 Maret, Novo Nordisk Indonesia menggelar diskusi media untuk membahas pemahaman ilmiah tentang obesitas. Tahun ini, Novo Nordisk Indonesia berfokus untuk menghadirkan pemahaman ilmiah untuk melawan miskonsepsi yang ada. Sejalan dengan tema Hari Obesitas Sedunia 2024, Novo Nordisk Indonesia memilih untuk mengangkat tema “Mari Bicara Obesitas & Sains di Belakangnya”, yang diharapkan dapat meluruskan kesalahpahaman seputar isu obesitas.
Dr. dr. Gaga Irawan Nugraha, Sp.GK(K) dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) mengatakan, obesitas dan obesitas sentral merupakan salah satu masalah kesehatan global, diperkirakan 1,9 miliar orang akan menderita obesitas pada 2035.
“Maka dari itu, sangatlah penting untuk tidak meremehkan kompleksitas ilmiah dari penyakit ini. Pemahaman akan keseimbangan energi merupakan hal yang penting untuk menentukan langkah-langkah yang efektif untuk mengatasi obesitas. Dan untuk dapat mengerti konsep keseimbangan energi, penting untuk terlebih dahulu memahami bagaimana otak meregulasi nafsu makan dan faktor-faktor lain yang memengaruhi,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu 2 Maret.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa bahwa otak merupakan pusat pengaturan nafsu dan perilaku makan seseorang yang dipengaruhi oleh tiga penggerak utama, yakni homeostatic eating yang dipengaruhi oleh sinyal lapar, hedonic eating rasa lapar yang dipengaruhi keinginan atau kesenangan dan executive function yang melibatkan pengambilan keputusan untuk makan. Intervensi gaya hidup memengaruhi executive function, imbuh beliau.
Gaga menjelaskan bahwa memberikan pemahaman terkait obesitas adalah langkah krusial dalam mengatasi masalah yang kompleks ini.
“Walaupun terapi gizi medis dan aktivitas fisik merupakan dasar untuk mengelola obesitas, hal ini tidak cukup bagi banyak pasien. Kita perlu menyediakan penanganan obesitas yang lebih komprehensif di Indonesia, beralih dari yang tadinya berfokus hanya pada indeks massa tubuh (IMT, atau body mass index, BMI) menjadi berfokus pada penanganan komplikasi terkait obesitas. Diperlukan tiga pilar pendukung untuk memberikan perawatan obesitas yang lebih baik, yaitu intervensi psikologis dan perilaku, farmakoterapi dan bedah bariatrik,” paparnya.
Selain itu, untuk mendukung pasien obesitas, dia juga menekankan pentingnya kerangka 5A: Ask, Assess, Advise, Agree, and Assist. Kerangka ini memberikan panduan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan yang holistik bagi penderita obesitas.
Berbicara tentang prevalensi obesitas di Indonesia dr. Esti Widiastuti, MScPH, Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Kementerian Kesehatan menuturkan, pihaknya senantiasa konsisten dalam komitmen kami untuk mengatasi penyakit tidak menular, dan obesitas merupakan salah satu perhatian utama Kemenkes.
“Upaya kolaboratif antara lembaga pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan sektor swasta merupakan hal yang krusial dalam menangani isu yang kompleks ini. Kami mendukung penuh inisiatif untuk meningkatkan kesadaran, edukasi dan pencegahan obesitas, khususnya pada Hari Obesitas Sedunia ini. Merupakan hal yang penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bergotong-royong dalam mengimplementasikan langkah-langkah yang efektif untuk memerangi obesitas dan risiko kesehatan terkait, memastikan masa depan yang lebih sehat bagi semua,” jelas dia.
dr. Riyanny Meisha Tarliman, Clinical, Medical, and Regulatory Novo Nordisk Indonesia menambahkan, sejalan dengan kementerian, Novo Nordisk Indonesia berkomitmen untuk mendorong perubahan dalam penanganan obesitas dengan berfokus pada edukasi, advokasi dan riset, serta bekerja sama dengan berbagai pihak terkait. Dari tahun ke tahun, Novo Nordisk Indonesia senantiasa terlibat aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan memberikan edukasi terkait obesitas melalui berbagai inisiatif.
BACA JUGA:
“Salah satu contohnya adalah melalui Chatbot WhatsApp Tanya Gendis, yang mudah diakses dan menyediakan tentang diabetes dan obesitas sehingga dapat membantu masyarakat dalam mengambil keputusan kesehatan yang berdasarkan informasi,” ujarnya.
Selain itu, di Diabetes Obesity Summit pihaknya juga mengumpulkan para ahli dan pemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan industri kesehatan, dan melalui situs Truth About Weight, Novo Nordisk menawarkan informasi dan berbagai fitur yang bermanfaat.
“Ke depan, studi kami terkait beban penyakit obesitas akan memberikan rekomendasi yang dapat diimplementasikan pada kebijakan dan strategi perawatan kesehatan untuk pencegahan dan pengelolaan obesitas. Menghadirkan informasi ilmiah terkait obesitas merupakan salah satu upaya kami dalam mengedukasi masyarakat tentang obesitas. Kami memahami bahwa obesitas memerlukan perhatian lebih. Ke depan, kami ingin berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan, tenaga kesehatan dan berbagai organisasi lain sebagai langkah konkrit dalam mengembangkan perawatan obesitas,” pungkas Riyanny.