JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari buka suara soal kabar penghentian rekapitulasi suara Pemilu 2024 di tingkat kecamatan.
Hasyim menyebut penghentian rekapitulasi suara tersebut hanya dilakukan pada daerah yang memiliki ketidaksinkronan formulir C1 tempat pemungutan suara (TPS) dengan konversi data di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
"Kalau bagi yang belum sinkron, ini kita tidak tayangkan dulu. Sehingga kemudian, yang dimaksud dengan dihentikan sementara. Itu tidak berhenti berhenti total itu, ya, tidak," kata Hasyim dalam konferensi pers di kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin, 19 Februari.
Sementara, TPS-TPS yang tidak memiliki masalah dalam kesesuaian data dengan Sirekap tetap dilanjutkan rekapitulasinya di tingkat kecamatan.
Pada rekapitulasi suara di kecamatan, panitia pemilihan kecamatan (PPK) membuka kembali kotak suara dari TPS dan mengeluarkan formulir C.hasil untuk menyesuaikan data perolehan suara.
"Formulir C hasil yang itu nanti akan dibacakan oleh PPK di dalam rapat rekapitulasi terbuka hasil penghitungan suara tingkat kecamatan, sambil ditayangkan itu, yang Sirekap web," urai Hasyim.
"Nah, kalau tayangan dengan hasilnya belum sesuai, kan kemudian membuat kebingungan orang supaya menghindari problem-problem di lapangan, terutama di tingkat kecamatan," lanjut dia.
Hasyim menegaskan data yang digunakan dalam rekapitulasi suara merupakan formulir C.hasil dari tiap TPS. Sementara, Sirekap hanya sebatas alat bantu transparansi proses perhitungan suara.
"Yang dijadikan rujukan rekapitulasi di tingkat kecamatan adalah formulir C hasil produksi KPPS atau TPS yang tentunya hard copy yang disimpan di dalam kotak suara, keluarkan, dan kemudian itu dibacakan dalam rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan," jelasnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, politikus PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus mengungkap informasi mengenai penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
Deddy yang juga merupakan caleg PDIP dapil Kalimantan Utara (Kaltara) mengaku kaget mendengar penghentian proses rekapitulasi suara Pemilu di tingkat kecamatan di Kaltara.
“Ada informasi di daerah bahwa KPU Pusat memerintahkan penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, yang mana hal itu tak dikonsultasikan dengan peserta Pemilu dan komisi II DPR,” kata Deddy Yevri dalam keterangan resmi, Minggu, 18 Februari.
Deddy menilai penghentian proses rekapitulasi sah saja dilakukan oleh KPU. Namun, sambung dia, syaratnya dalam kondisi force majeure. Misalnya, saat kejadian gempa bumi atau kerusuhan massa.
“Kami dapat informasi alasannya penghentian adalah karena sistem Sirekap mengalami kendala di pembacaan data. Padahal Sirekap itu bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah. Rujukan perhitungan suara adalah rekapitulasi berjenjang, atau C1 manual,” ujarnya.