Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti menyebut ketidakadilan dan kemiskinan masih menjadi masalah di 34 Provinsi. Hal itu menjadi temuan 136 anggota DPD RI dan dirinya yang sudah mengunjungi sekitar 350 kabupaten/kota di Indonesia. 

"Dari temuan dan aspirasi yang kami terima, kami mendapatkan fakta bahwa daerah dan masyarakat di daerah masih merasakan dua persoalan fundamental. Yaitu ketidakadilan dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan," ujar La Nyalla dalam acara Sarasehan DPD RI bersama calon presiden 2024-2029 di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 2 Februari.

Setelah menemukan dua persoalan itu, lanjut La Nyalla, para senator mempelajari dan memetakan sumber persoalannya. Karena wajah Indonesia adalah mozaik dari wajah Daerah. Dari pemetaan tersebut, DPD RI menyimpulkan terdapat tiga persoalan fundamental yang penyelesaiannya juga membutuhkan langkah yang fundamental. 

"Persoalan fundamental yang pertama adalah keadilan fiskal dalam konteks hubungan antara pusat dan daerah," katanya. 

La Nyalla menjelaskan, APBN terdistribusi untuk pemerintah pusat sebesar 64 Persen, sementara pemerintah daerah 36 Persen. Dengan proporsi beban jumlah pegawai yang ditanggung Pemda sebesar 78 persen, sedangkan Pusat hanya 22 persen. 

"Rasio proporsi anggaran dengan beban urusan yang berbanding terbalik antara pusat dengan daerah ini, menyebabkan kapasitas Pemda dalam memberikan layanan penyelenggaraan kewenangan menjadi sangat lemah dan terbatas. Sehingga standar pelayanan minimal Pemda rata-rata hanya mencapai angka 58 persen untuk provinsi, dan 59 persen untuk kabupaten/kota," jelasnya. 

"Sementara Kementerian dengan porsi APBN yang sangat besar ternyata memiliki keterbatasan kemampuan rentang kendali hingga ke daerah, terutama di daerah kepulauan dan daerah Rp3 triliun," sambungnya.  

Senator asal Jawa Timur itu mencatat, belanja berlebihan juga masih terjadi di banyak kementerian. Salah satu contohnya adalah Belanja Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Kementerian ESDM yang mencapai angka Rp287 milyar.

"Hampir setara dengan belanja pembangunan APBD Kabupaten Mukomuko tahun 2020 yang hanya sebesar Rp359 milyar," katanya.

Kedua, yakni ketidakadilan yang dirasakan daerah dan masyarakat daerah terhadap pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya di daerah. Di mana outputnya justru memindahkan kantong kemiskinan dan memperparah bencana ekologi. 

"Ketiga, muara dari persoalan fundamental tersebut adalah azas dan sistem bernegara Indonesia yang telah meninggalkan filosofi dasar dan identitas konstitusi yaitu Pancasila," pungkasnya.