Bagikan:

JAKARTA - Kedutaan Besar RI Khartoum memulangkan tiga warga negara Indonesia (WNI), yang terdampak perang Sudan dari rumah singgah KBRI Khartoum di Port Sudan ke Indonesia.

Ketiga WNI ini sebelumnya berada di Sudan untuk mempelajari ilmu agama secara informal di Gadharif, Sudan.

Duta Besar RI untuk Sudan, Sunarko mengatakan proses evakuasi ketiga WNI tersebut berjalan lancar, meskipun situasi perang masih berlangsung di beberapa wilayah Sudan.

Sejak awal konflik bersenjata melanda Sudan, ketiga WNI itu memutuskan untuk bertahan dan menetap di Gadharif karena situasi di wilayah tersebut dianggap relatif aman dan jauh dari lokasi konflik. 

Namun, perluasan konflik yang mengancam keamanan dan keselamatan memaksa mereka untuk meminta bantuan evakuasi kepada KBRI

Saat melepas kepulangan ketiga WNI dari Port Sudan ke Indonesia, Sunarko berpesan agar mereka tetap melanjutkan pendidikan dan pendalaman ilmu agama Islam, baik di Indonesia maupun di tempat lain yang lebih aman.

"Evakuasi ini menjadi bukti nyata dari peran serta KBRI Khartoum dalam menjaga keamanan dan keselamatan WNI di tengah situasi konflik di luar negeri. Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada WNI yang membutuhkan, bahkan di tengah tantangan dan kondisi sulit seperti konflik bersenjata," kata pernyataan itu.

Konflik bersenjata antara tentara Sudan (SAF) dan milisi Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pecah pada 15 April 2023, ketika pasukan paramiliter Sudan RSF melancarkan kudeta terhadap pemerintahan transisi Sudan.

Kudeta ini menyebabkan perpecahan antara militer dan paramiliter Sudan, yang kemudian berujung pada perang saudara. Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa konflik di Sudan akan segera berakhir. Kedua belah pihak yang bertikai masih saling berseteru, dan tidak ada kesepakatan damai yang tercapai.

Pemerintah Indonesia telah memulangkan lebih dari 1.000 WNI yang tinggal di Sudan sejak konflik tersebut pecah. Berdasarkan data KBRI Khartoum, terdapat 1.209 WNI yang tinggal di Sudan, yang sebagian besar pelajar dan mahasiswa.

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) PBB pada September lalu menyatakan bahwa lebih dari 5,25 juta orang mengungsi akibat pertempuran yang masih berlangsung itu.