Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyebut seorang presiden boleh ikut kampanye dan memihak kepada salah satu peserta pemilu. Menanggapi, Juru Bicara Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) Iwan Tarigan khawatir hal ini akan membuat Jokowi menyalahgunakan wewenangnya.

Iwan memandang, pernyataan tersebut menimbulkan kekhawatiran atas abuse of power Jokowi sebagai kepala negara. Hal ini terjadi dalam bentuk kebijakan atau keputusan yang mengarah kepada keuntungan salah satu peserta pemilu.

"Jika tindakan presiden bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka dapat dikategorikan sebagai tindakan melampaui wewenang. Presiden juga dapat dikategorikan bertindak sewenang-wenang jika keputusan atau tindakannya dilakukan tanpa dasar kewenangan dan/atau bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata Iwan dalam keterangannya, Rabu, 24 Januari.

Iwan menguraikan, penyalahgunaan wewenang presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dalam pemilu dapat dikategorikan sebagai mencampuradukkan wewenang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Tindakan mencampuradukkan wewenang dapat berupa tindakan yang dilakukan oleh badan/pejabat pemerintahan di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan dan/atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan," ungkap Iwan.

Meski tidak ada aturan yang melarang presiden berpihak dan berkampanye, Iwan menyebut ada aturan yang dapat ditafsirkan sebagai tuntutan kepada presiden untuk bersikap netral dalam pemilu.

Aturan tersebut yakni Pasal 48 ayat (1) huruf b UU Pemilu diatur bahwa KPU melapor kepada DPR dan presiden mengenai pelaksanaan tugas penyelenggaraan seluruh tahapan pemilu dan tugas lainnya.

Selain itu, dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU Pemilu diatur bahwa presiden berperan dalam membentuk keanggotaan tim seleksi dalam menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR. Sehingga, presiden dituntut untuk netral selama proses pemilu.

"Apabila keberpihakan presiden dimanifestasikan dalam bentuk kebijakan ataupun keputusan tertentu dengan menggunakan fasilitas negara atau menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan salah satu peserta pemilu tertentu, maka tindakan tersebut berpotensi menjadi penyalahgunaan wewenang," tegasnya.

Sebelumnya, Jokowi menegaskan tiap orang punya hak politik dan demokrasi, termasuk para menteri. Bahkan, Jokowi mengatakan seorang presiden pun boleh memihak dan berkampanye.

“Hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,” ungkap Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Jokowi menyebut, sebagai pejabat publik, dirinya maupun para menteri boleh berpolitik. Tapi, yang harus diingat, fasilitas negara tidak boleh digunakan selain untuk pekerjaannya.

“Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” tegasnya.

“Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, boleh. Menteri juga boleh,” sambung Jokowi.

Meski begitu, Jokowi tak menjelaskan banyak soal kepastian tidak adanya konflik kepentingan jika presiden dan para menteri memihak pasangan tertentu di Pilpres 2024. Ia hanya mengatakan perundangan hanya melarang penggunaan fasilitas negara.

“Itu saja, yang mengatur hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Itu aja,” pungkasnya.