Bagikan:

JAKARTA - Prancis menolak pemindahan paksa warga Palestina di Jalur Gaza oleh Israel.

"Prancis menentang pemindahan paksa penduduk. Itu sangat jelas... Kami tidak akan mendukung pemindahan warga secara paksa," kata Wakil Tetap Prancis untuk Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) Nicolas de Riviere pada Selasa 3 Januari, disitat Antara.

"Jelas bahwa Jalur Gaza dihuni oleh warga Palestina. Tujuan kami adalah agar warga Palestina dapat terus tinggal di sana dengan aman dan dalam kondisi yang baik. Itu harus menjadi prioritas," sambung dia.

Pernyataannya itu muncul setelah beberapa pejabat Israel menyerukan "evakuasi sukarela" warga Palestina dari Gaza dan mendesak berbagai negara untuk menerima warga Palestina dari wilayah kantong tersebut.

Riviere menjelaskan, menutup akses ke Gaza atau melakukan kolonisasi kembali di Gaza adalah "ide yang tidak masuk akal".

Dia menambahkan bahwa upaya untuk mengakhiri operasi militer dan tidak menargetkan warga sipil penting dilakukan.

"Warga Palestina harus bisa hidup damai di rumah mereka, dan pengeboman terhadap warga sipil di Jalur Gaza harus diakhiri. Rumah sakit, sekolah, telah hancur... Kami ingin ini segera berakhir," tuturnya.

Namun, dia mengatakan bahwa kelompok perlawanan Palestina Hamas "menggunakan penduduk sipil sebagai tameng manusia, bersembunyi di sekolah".

"Itu benar. Namun, jika ada keraguan, Anda tidak boleh mengebom sekolah," katanya.

Menekankan perlunya perlindungan bagi warga sipil, de Riviere mengatakan ada 2 juta warga sipil di Gaza, bukan 2 juta teroris.

Israel melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di wilayah kantong Palestina itu sejak kelompok perlawanan Hamas menyerang negara Zionis itu pada 7 Oktober, yang menurut Israel menewaskan hampir 1.200 warganya.

Aksi-aksi balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 22.185 warga Palestina dan melukai 57.035 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan di Gaza.

Gelombang serangan Israel telah menyebabkan kehancuran di Gaza, di mana 60 persen infrastruktur rusak atau hancur, dan hampir 2 juta penduduknya mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan.