Bagikan:

JAKARTA - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menanggapi soal terjadinya kebakaran di smelter PT Tsingshan Stainless Steel (ITSS), Morowali Sulawesi Tenggara.

Sebagai informasi, terjadi kebakaran pada Minggu, 24 Desember pukul 05.30 WITA di kawasan industri yang dikelola PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tepatnya di salah satu tungku fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) stainless steel yang dioperasikan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (PT ITSS). Ledakan terjadi karena tungku 41 smelter nikel milik PT ITSS terbakar saat tengah diperbaiki oleh tim teknisi.

Tercatat akibat peristiwa ini menyebabkan nyawa pekerja sebanyak 13 pekerja meninggal dunia, terdiri dari 9 pekerja Indonesia dan 4 pekerja asal China, meninggal dunia. Sementara itu, sedikitnya 51 terluka akibat karena terkena uap panas.

Fahmy menyampaikan meledaknya smelter di Morowali makin membuktikan bahwa investor smelter abaikan mining safety standar. Ada indikasi bahwa Pemerintah lebih mementingkan kepentingan investor ketimbang keselamatan kerja karyawan.

"Penerapan standar K3 seharusnya mengacu pada standar international, bukan standar Nasional maupun standar China. Investor China biasanya cenderung minimizing cost, termasuk mining safety cost," Jelasnya dalam keterangan resminya.

Menurut Fahmy pemerintah harus memberlakukan safety International standar dengan zero accidents kepada seluruh investor, termasuk investor China. Jangan lebih mementingkan masuknya investor smelter dengan mengabaikan safety system

Selanjutnya, Fahmy menyampaikan langkah berikutnya yaitu secara reguler diadakan safety audit untuk memastikan bahwa safety system bekerja sesuai safety standar.