KPK Cecar Kakak Hary Tanoe soal Kerja Sama Distribusi Bansos Beras PKH
Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (sweater biru) keluar dari gedung KPK/FOTO: Abdul Aziz Masindo-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Komisaris PT Dosni Roha Logistik (DRL), Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo sebagai saksi perkara korupsi.

Kakak Ketum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo itu dicecar penyidik terkait penyaluran bansos beras Program Keluarga Harapan (PKH) di Kemensos. Perusahaannya disebut bekerja sama dengan PT Bhanda Ghara Reksa dalam proses itu.

“Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya kerja sama antara perusahaan saksi dengan PT BGR untuk mendapatkan jatah distribusi Bansos," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis 14 Desember.

Tak dirinci Ali soal bentuk kerja sama kedua perusahaan ini. Namun, Bambang diduga mengetahui praktik curang yang menjerat eks Dirut PT BGR, M. Kuncoro Wibowo.

Sementara itu, Bambang usai diperiksa sekitar pukul 14.00 WIB tak memberikan keterangan apapun. Ia bungkam dan bergegas dari kantor KPK.

 

Diberitakan sebelumnya, KPK sudah menetapkan Kuncoro sebagai tersangka tersangka dugaan korupsi bansos beras program keluarga harapan (PKH) dan sudah menjalani penahanan.

Dalam kasus ini, komisi antirasuah juga menjerat eks Direktur Komersial PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), Budi Susanto; eks Vice President Operasional PT BGR, April Churniawan; Dirut Mitra Energi Persada (MEP), Ivo Wongkaren; tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Roni Ramdani dan Richard Cahyanto.

Praktik ini dijalani ketika Budi dan April dengan sepengetahuan Kuncoro diduga menyiapkan perusahaan yang tak berkompeten mendistribusikan bantuan sosial setelah kemensos menunjuk PT BGR untuk menyalurkan bantuan yang nilai kontraknya mencapai Rp 326 miliar.

Keduanya diduga melakukan sejumlah kecurangan dengan melakukan intimidasi ke sejumlah staf untuk membuat dokumen lelang yang direkayasa. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian hingga Rp 127,5 miliar.